Jakarta, CNN Indonesia -- Diplomat Korea Utara senior yang berbasis di Pyongyang menegaskan negaranya tidak peduli soal presiden Amerika Serikat selanjutnya, menyusul kemenangan Donald Trump dalam pilpres pekan lalu dan terpilih menggantikan Barack Obama.
"Kami tidak peduli siapapun yang menjadi presiden Amerika Serikat," ujar Kim Yong Ho, Direktur HAM dan Isu kemanusiaan Korut dalam kunjungannya ke PBB di New York pada Selasa (16/11).
Komentar itu diluncurkan Kim setelah komite Majelis Umum PBB menyetujui rancangan resolusi mengecam "pelanggaran luas dan hak asasi manusia" di Korut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masalah mendasar di sini adalah Amerika Serikat memiliki kemauan politik atau tidak untuk menarik kebijakannya yang bermusuhan terhadap DPRK (Korea Utara)," tuturnya, dikutip dari
Reuters.
Korut secara rutin menuduh AS dan Korea Selatan tengah mempersiapkan perang, salah satunya dengan mengadakan latihan militer gabungan tahunan. AS juga berencana mengerahkan sistem pertahanan antirudal, Terminal High Altitude Area Defence (THAAD), di Korsel untuk mengantisipasi ancaman serangan nuklir dan rudal dari Korut.
Mei lalu, dalam kampanyenya, Trump menyatakan bersedia berbicara dengan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, dalam upaya menghentikan program nuklir Pyongyang. Jika pertemuan itu terjadi, maka langkah Trump ini akan menandakan perubahan besar dalam kebijakan AS terhadap negara terisolasi itu.
Namun, menjelang pemilu November 8, penasihat Trump menyatakan ia tidak bisa memprediksi kapan tepatnya tokoh yang diusung oleh Partai Republik akan bertemu dengan pemimpin Korea Utara jika ia menjadi presiden.
Korea Utara telah dijatuhi sanksi PBB sejak tahun 2006. Maret lalu, Dewan Keamanan PBB memperketat dan memperluas sanksi untuk Korut, lantaran negara itu meluncurkan uji coba nuklir keempat pada Januari lalu dan meluncurkan roket jarak jauh pada Februari.
Sejak uji coba nuklir Korut untuk kelima kalinya dan yang terbesar sekitar dua bulan lalu, AS bernegosiasi dengan China untuk membentuk rancangan resolusi baru DK PBB untuk menjatuhkan sanksi yang lebih besar terhadap Korut. China, sebagai sekutu terkuat Korut, pada September lalu menentang sanksi sepihak dari DK PBB terhadap Korut.
(ama)