Pencari Suaka Australia Dikirim ke AS Usai Trump Dilantik

Hanna Azarya Samosir | CNN Indonesia
Senin, 14 Nov 2016 14:22 WIB
Australia akan memulai proses pemindahan 1.200 pencari suaka dari kamp Papua Nugini dan Nauru ke AS setelah pelantikan Donald Trump pada Januari mendatang.
Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull mengaku tetap yakin AS akan menjalankan kesepakatan tersebut dengan dalih, penerimaan pencari suaka dari Australia itu tidak menambah jumlah penerimaan imigran tahunan di Washington. (Reuters/David Gray)
Jakarta, CNN Indonesia -- Australia akan memulai tahap awal pemindahan 1.200 pencari suaka dari kamp penampungan di Papua Nugini dan Nauru ke Amerika Serikat setelah proses pelantikan Donald Trump sebagai presiden digelar pada Januari mendatang.

Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull, mengatakan bahwa kebanyakan pencari suaka tersebut merupakan umat Muslim yang lari dari konflik di Irak, Suriah, Afghanistan, dan Pakistan.

Di bawah hukum Australia, para pencari suaka yang mengarungi lautan menggunakan kapal untuk masuk melalui perbatasan terluar tak diperbolehkan masuk ke negara itu. Mereka ditampung di beberapa kamp, di mana dugaan pelanggaran hak asasi manusia terus terjadi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Australia sempat kewalahan mencari negara ketiga untuk menampung para pencari suaka dan imigran yang kian menumpuk tersebut.

Kesepakatan antara pemerintahan Barack Obama dan Turnbull akhirnya terjadi pada September lalu, setelah Australia setuju menerima pencari suaka dari Guatemala, Honduras, dan El Salvador untuk memenuhi kuota tahunan yang sebenarnya mencapai 18.750 orang.

Namun, pemerintahan AS tetap ingin menerapkan pemeriksaan kesehatan dan keamanan yang ketat sehingga proses pengiriman pencari suaka itu baru bisa dilaksanakan setelah pelantikan presiden baru pada Januari mendatang.

Awalnya, kedua pemerintah optimistis karena mereka memperkirakan Hillary Clinton akan keluar sebagai pemenang pemilu. Namun, kekhawatiran mulai timbul karena hasil hitung cepat pemilu menunjukkan bahwa Donald Trump keluar sebagai pemenang.

"Menunda, lalu memulai proses itu dengan perkiraan Hillary Clinton akan memenangkan pemilu presiden, memberikan kesempatan kepada Trump untuk menolak kesepakatan itu," ujar profesor ilmu politik dari Universitas Sydney, Peter Chen, seperti dikutip Reuters.

Selama masa kampanye, Trump dikenal sebagai sosok yang anti-imigran. Menurutnya, para imigran Muslim yang kabur dari negara berkonflik berpotensi disusupi oleh teroris.

Ia bahkan mengklaim akan mendeportasi 11 juta imigran ilegal. Trump juga akan menutup pintu AS bagi semua imigran Muslim.

Belakangan, Trump memang melunakkan pernyataannya dengan mengatakan bahwa AS akan menerapkan pemeriksaan ketat terhadap imigran Muslim yang berasal dari negara berkonflik.

Namun pada akhir pekan lalu, Trump kembali mengatakan bahwa fokus utama awal pemerintahannya adalah mendeportasi 3 juta imigran ilegal yang memiliki rekam jejak kriminal.

Bagaimanapun, Turnbull mengaku tetap yakin AS akan menjalankan kesepakatan itu dengan dalih, penerimaan pencari suaka dari Australia itu tidak menambah jumlah penerimaan imigran tahunan di Washington. (has)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER