Pengamat Menilai Buzzer Medsos Jadi Alat Kemenangan Trump

Gloria Safira Taylor | CNN Indonesia
Sabtu, 10 Des 2016 22:43 WIB
Ahli Ilmu Politik Universitas Airlangga mengatakan kemenangan Trump jadi Presiden AS karena fenomena buzzer atau spin doctor di media sosial.
Pengamat media, Trump terpilh jadi Presiden AS mengalahkan Hillary Clinton, karena jasa para buzzer atau spin doctor di media sosial. (REUTERS/Andrew Kelly)
Jakarta, CNN Indonesia -- Maraknya penggunaan media sosial untuk kepentingan politik, dinilai berpengaruh pada kemenangan seseorang dalam ajang pemilihan kepala negara.

Ahli Ilmu Politik Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi, menyebut kemenangan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat adalah contoh fenomena ini.

Dalam kemenangan Trump, menurut Airlangga, masyarakat terlihat tidak membutuhkan kebenaran dalam satu informasi. Justru, mereka lebih memilih informasi provokatif yang menekankan atau mengekploitasi sentimen emosi masyarakat tertentu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kemenangan Trump menunjukkan [adanya] tekanan pesan di media sosial dalam beberapa kasus, yang membuat masyarakat tidak mempertimbangkan kebenaran informasi. Ini jadi persoalan ketika berhadapan dengan fake news [di medsos],” ujarnya saat diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (10/12).

Airlangga mencontohkan, salah satu kemenangan Trump di media sosial adalah ketika jutaan akun menyebarkan informasi untuk menyerang lawannya, Hillary Clinton.

Kemenangan Trump atas Clinton dalam media sosial, dikatakan Airlangga, karena fenomena buzzer atau spin doctor. Para buzzer bertugas untuk mempromosikan produk atau profil seseorang dan sebagai serangan balik atau counter attack.

Tugas utama buzzer, Airlangga mengatakan, untuk membelokkan isu-isu atau informasi yang sedang marak. Sehingga, informasi yang disajikan bernuansa provokatif.

"Pilpres di Amerika Serikat kemarin, Donald Trump lebih menekankan Twitter dan media sosial untuk kepentingan politik, namun yang diutarakan justru provokatif dan mendorong kebencian," ujarnya.

Menurut Airlangga, masyarakat lebih menyerap hal provokatif dalam dunia media sosial. Selain itu, mereka juga bisa saling merespons satu sama lain, sehingga isu provokatif tersebut semakin cepat bergulir.

(aal/les)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER