Jakarta, CNN Indonesia -- Duta Besar Luar Biasa Korea Utara untuk Indonesia An Kwan Il menuding bahwa penempatan ribuan pasukan dan pengerahan sistem pertahanan antirudal mutakhir buatan Amerika Serikat di Korea Selatan sebagai alasan utama atas krisis nuklir di Asia Timur.
An menilai bahwa kebijakan agresif AS yang menempatkan pasukan militernya di kawasan Asia Timur menimbulkan ketidakseimbangan kekuatan di kawasan. An menegaskan bahwa hal ini memicu Korut untuk meningkatkan pula pertahanan militernya di kawasan.
"Kalau selama ini isu nuklir Korut menjadi ancaman bagi keamanan regional bahkan global, AS dan kebijakannya di kawasan lah yang jelas-jelas menjadi pemicu panasnya situasi di Asia Timur khususnya Semenanjung Korea," ungkap An dalam sebuah seminar dihadapan mahasiswa FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta pada Senin (19/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kebijakan 'bermusuhan' AS terhadap Korut serta ambisi mereka untuk mendominasi kawasan Asia Pasifik jadi pemicu utama kenapa kita harus mempertahankan diri dengan membangun senjata nuklir. [Nuklir] untuk mempertahankan negara kita," kata An menambahkan.
Menurut An, AS telah lama menjalankan kebijakan yang agresif kepada Korut sejak awal negara itu berdiri, dalam semua bidang termasuk politik, ekonomi, dan militer. Dalam hal politik, hingga saat ini Amerika dianggap masih tidak mengakui kedaulatan Korut.
Sementara di bidang ekonomi, Washington dinilai telah menjatuhkan berbagai sanksi kepada Pyongyang guna menghalangi kemajuan dan menggulingkan sistem politik Korut.
"Semua itu dilakukan AS dengan alasan perbedaan sistem politik di Korut yang tidak sesuai dengan keinginan AS," kata An.
Sementara itu, An menilai kebijakan AS membentuk aliansi politik dan militer dengan Korea Selatan dan Jepang sebagai upaya AS memperkuat instrumen militer dan strateginya di kawasan. Peningkatan militer AS dapat mempermudah negara itu memasukkan agendanya di kawasan.
Menurut An, AS sengaja memanfaatkan situasi rumit di Asia Timur khususnya di Semenanjung Korea untuk bisa terus mendekati Korea Selatan, salah satu negara sekutu AS di kawasan. Krisis keamanan di Semenanjung Korea membuat Korsel akan terus menggantungan keamanannya pada AS, sehingga militer AS bisa tetap menempatkan pangkalan militernya di negara itu.
Korut juga mengklaim AS telah menyiagakan senjata nuklir di Korsel untuk menyerang Pyongyang.
Menurut An, pemerintah Korsel sendiri tak memiliki keberanian untuk menghadapi Korut. Korut menilai Korsel selalu bergantung dengan kekuatan negara lain, seperti AS. Di sisi lain, AS memanfaatkan hal ini untuk menguasai Asia.
"China dan Rusia telah dipersenjatai nuklir. Sementara Jepang dan Korsel berada di bawah payung nuklir AS. Untuk itu, satu-satunya pilihan bagi kami mengamankan kepentingan dan keamanan negara adalah dengan membangun senjata nuklir," kata An.
Dalam kesempatan itu, An menegaskan bawha satu-satunya jalan untuk menyelesaikan krisis nuklir di Asia Timur adalah dengan menghentikan dominasi AS di kawasan. Jika Washington ingin Korut menghentikan pengembangan senjata nuklirnya, maka AS harus menyetop ekspansi militer dan politiknya di kawasan.
Korut secara rutin menuduh AS dan Korea Selatan tengah mempersiapkan perang, salah satunya dengan mengadakan latihan militer gabungan tahunan skala besar. AS juga menempatkan sistem pertahanan antirudal mutakhir, Terminal High Altitude Area Defence (THAAD), di Korsel untuk mengantisipasi ancaman serangan nuklir dan rudal dari Korut.
Di sisi lain, Korut sudah meluncurkan dua uji coba nuklir sepanjang tahun ini disertai dengan sejumlah peluncuran rudal. Korut juga tengah mengembangkan hulu ledak nuklir yang dapat diluncurkan hingga ke daratan AS.
Atas serangkaian provokasi Korut tersebut, Dewan Keamanan PBB menjatuhkan sanksi yang terberat untuk Korut pada awal bulan ini, yakni dengan pembatasan ekspor batu bara tahunan Korut, salah satu sumber pendapatan eksternal negara yang terisolasi itu.
(rds/ama)