Jakarta, CNN Indonesia -- Kantor Kepresidenan Korea Selatan, Gedung Biru, menolak memberikan akses bagi penyidik kejaksaan untuk melakukan penggeledahan terkait skandal korupsi yang berujung pada pemakzulan Presiden Park Geun-hye.
"Penyidik tidak boleh masuk ke dalam, kami sedang membicarakan mengenai tempat dan langkah yang harus dilakukan jika komite khusus parlemen ingin mengadakan inspeksi," ungkap salah satu pejabat Gedung Biru yang enggan dikutip namanya, seperti dilansir
Reuters, Jumat (16/12).
Kantor Park bersikukuh bahwa Gedung Biru tidak dapat digeledah karena alasan keamanan nasional. Penolakan dilakukan berdasarkan peraturan pidana tentang larangan penggeledahan pada fasilitas negara yang dianggap penting secara militer.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pejabat Gedung Biru juga menampik semua tudingan yang menganggap bahwa mereka telah memerintahkan badan intelijen Negeri Ginseng itu untuk memata-matai hakim, termasuk hakim Mahkamah Agung, terkait kasus Park ini.
"Gedung Biru tidak pernah memata-matai siapa pun dan ini seharusnya tidak terjadi," ungkap pejabat tersebut. Dia menganggap tuduhan itu dibuat oleh mantan pimpinan sebuah media dalam sidang panel parlemen pada Kamis (15/12).
Sementara itu, juru bicara tim jaksa independen yang menyelidiki kasus Park, Lee Kyu-chul, mengatakan pihaknya tetap akan berupaya mencari dasar hukum yang bisa melegalkan langkah jaksa untuk menggeledah kantor kepresidenan.
Menurut Lee, penggeledahan ini dirasa penting guna menuntaskan penyelidikan secara menyeluruh.
"Kami membuat kajian mendalam guna melawan argumen yang dilayangkan oleh Gedung Biru untuk menolak permintaan penggeledahan kami," kata Lee seperti dikutip
AFP.
Lee menambahkan, sejumlah pejabat parlemen beserta jaksa juga berencana untuk menginterogasi Park.
Park, putri dari mantan presiden Korsel ke-3, terjerat skandal korupsi dan pembocoran sejumlah dokumen negara yang melibatkan kerabat dekatnya, Choi Soon-sil.
Jaksa bahkan menetapkan Park sebagai kaki tangan Choi dalam mempengaruhi sejumlah konglomerat Korsel untuk menyumbang puluhan juta dolar kepada yayasan non-profit Choi yang kemudian digunakan sebagai uang pribadi.
Putusan Jaksa kian menekan Park untuk dimakzulkan. Berdasarkan survei terakhir, sekitar 80 persen warga Korsel mendukung Park untuk dimakzulkan.
Pada pekan lalu, parlemen Korsel meloloskan mosi pemakzulan Park yang semula digagas oleh partai oposisi pemerintah. Mosi pemakzulan ini masih membutuhkan persetujuan Mahkamah Konstitusi agar penghapusan Park dari kursi kepresidenan dapat secara resmi dilakukan.
Saat ini, Park telah kehilangan kewenangan eksekutifnya. Perdana Menteri Korsel Hwang Kyo-ahn untuk sementara waktu menggambil alih seluruh kewenangan eksekutif Park hingga putusan MK keluar.
(aal)