Jakarta, CNN Indonesia -- Duta Besar Luar Biasa Korea Utara untuk Indonesia An Kwan Il menilai proses unifikasi Korea bisa berhasil jika Korea Selatan berhenti menggantungkan diri terhadap pengaruh asing.
Selama ini, Pyongyang menilai Seoul terlalu menyandarkan kebijakan pertahanan serta politik mereka dengan pemerintah Amerika Serikat, yang merupakan sekutu Korsel, khususnya dalam berhubungan dengan Korut.
"Sayangnya proses unifikasi Korea saat ini tidak lagi didasari dari kepentingan kedua warga Korea sendiri, melainkan disisipi juga kepentingan 'asing' [negara Barat khususnya AS]," ungkap An ketika ditemui dalam seminar di FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Senin (19/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemerintah Korsel sendiri tak ada keberanian untuk berhadapan dengan kami. Mereka selalu bergantung dengan kekuatan negara lain, dalam hal ini AS. Sementara AS, memanfaatkan ini untuk menguasai Asia," kata An menambahkan.
Korsel dan AS memiliki kerja sama aliansi pertahanan. Sekitar 28 ribu pasukan militer AS yang terdiri dari angkatan darat, laut, dan udara ditempatkan di Korsel dibawah perintah unit pasukan United States Force Korea (USFK).
An memaparkan bahwa sejak 2012, Washington dan Seoul terus meningkatkan frekuensi latihan militer bersama di Semenanjung Korea dan dinilai kian mengancam keamanan Korut. Dari segi skala jumlah pasukan, personel militer AS di Korsel pun kian bertambah.
Menurut An, jika Korsel semakin menggantungkan diri pada Amerika, maka semakin lebar pula kesempatan AS menguasai wilayah Asia dan menciptakan situasi tak nyaman di Semenanjung Korea.
"Strategi kontrol nuklir antara AS-Korsel yang bertujuan melangsungkan serangan terhadap DPRK juga bahkan dipakai mereka saat latihan militer tahun 2013 lalu. Ini mengindikaskan kedok latihan militer yang selama ini mereka sebut telah terkuak. Latihan militer selama ini nyatanya latihan serangan nuklir untuk menghadapi Korut," ujar An.
Dalam kesempatan itu, An juga menegaskan bahwa pemakzulan presiden Korsel Park Geun-hye baru-baru ini tidak akan mempengaruhi sikap Korut terhadap proses unifikasi Korea.
An berharap kelak Korsel bisa memiliki pemimpin yang membawa negara itu jauh dari ketergantungan pihak asing. Ia menuturkan bahwa Korsel harus bisa mempertahankan sikap dan langkah mereka sesuai prinsip dan kesepakatan, di mana kepentingan bangsa Korea menjadi yang utama, agar proses unifikasi Korea bisa tercapai.
"Untuk menjaga proses unifikasi Korea supaya berjalan dan tercapai, mereka [Korsel] harus berpegang teguh pada prinsip yang ada. Jika mereka terus mengikuti pengaruh asing [AS] maka kemajuan proses unifikasi akan sama saja [sia-sia]," kata An.
Di sisi lain, Korut pekan lalu meluncurkan latihan militer skala besar dengan menargetkan kantor kepresidenan Korea Selatan, Gedung Biru. Langkah ini semakin menegaskan ancaman militer antara kedua negara Korea ini, seiring dengan pemakzulan Park.
Media pemerintah Korut,
KCNA, melaporkan bahwa latihan militer pasukan operasi khusus Korea Utara disaksikan Kim melalui teropong di pos pengamatan. Latihan ini bertujuan untuk "menghancurkan target musuh tertentu," termasuk Gedung Biru.
Korea Utara telah melakukan dua uji coba nuklir sepanjang tahun ini disertai dengan sejumlah peluncuran rudal. Korut juga tengah mengembangkan hulu ledak nuklir yang dapat diluncurkan hingga ke daratan Amerika Serikat.
Atas serangkaian provokasi Korut tersebut, Dewan Keamanan PBB menjatuhkan sanksi yang terberat untuk Korut pada awal bulan ini, yakni dengan pembatasan ekspor batu bara tahunan Korut, salah satu sumber pendapatan eksternal negara yang terisolasi itu.
(rds/ama)