Protes Kebijakan Trump, Eks Menlu AS Siap Jadi Muslim

Riva Dessthania Suastha | CNN Indonesia
Sabtu, 28 Jan 2017 10:26 WIB
Mantan Menlu AS Madeleine Albright siap menjadi seorang Muslim jika Presiden Donald Trump berkeras terapkan aturan ketat bagi kaum Muslim di Amerika.
Mantan Menlu AS Madeleine Albright siap menjadi seorang Muslim jika Presiden Donald Trump berkeras menerapkan aturan ketat bagi kaum Muslim di Amerika. (AFP/CHRIS KLEPONIS)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Madeleine Albright menyatakan dirinya siap mendaftar menjadi seorang Muslim sebagai bentuk solidaritas dukungan terhadap warga Muslim Amerika.

Langkah ini dilakukan menyusul serangkaian rencana Presiden Donald Trump yang ingin memperketat pergerakan imigran, khususnya kaum Muslim di negara itu.

"Saya dibesarkan sebagai Katolik, menjadi Episkopal dan mengetahui keluarga saya adalah Yahudi. Kini saya siap mendaftarkan diri sebagai Muslim #solidaritas," bunyi cuitan Albright di akun Twitternya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti diberitakan The Telegraph, Sabtu (28/1), mantan menlu di era Presiden Bill Clinton ini sebelumnya juga menuturkan akan membela kaum Muslim di Negeri Paman Sam itu jika Trump menerapkan peraturan pemeriksaan ketat bagi kaum Muslim di sana.



Pasalnya, sejumlah rumor beredar bahwa Trump akan membuat sebuah database khusus warga Muslim Amerika yang digunakan pemerintah untuk mengawasi pergerakan mereka.

"Jika kalian [pemerintah] memaksa kaum Muslim melaporkan diri mereka, kami semua akan mendaftar dan melapor sebagai kaum Muslim," ucapnya saat aksi unjuk rasa ‘Women’s March’ yang ditujukan sebagai aksi proses terhadap Trump pada Sabtu pekan lalu.

"Tidak ada cap [yang membedakan] pada Patung Liberty. Amerika harus tetap terbuka untuk semua orang dari berbagai latar belakang," tuturnya.


Kekhawatiran warga minoritas Amerika khususnya kaum imigran kian mencuat usai terpilihnya Trump sebagai pemenang pemilu 8 November lalu.

Pasalnya, selama kampanye Trump kerap melontarkan retorika dan janjinya yang berbau sentimen anti-imigran atau xenophobia sepeti pandangannya terhadap orang meksiko dan kaum Muslim di Amerika.

Retorika Trump tampaknya tak berhenti pada pemilu saja. Usai dilantik pada 20 Januari lalu, Trump bahkan dilaporkan telah menyiapkan dokumen perintah eksekutif yang berisi penghentian penerimaan pengungsi dan pemberian visa bagi wisatawan dari tujuh negara Muslim untuk sementara waktu.


Merujuk pada draf perintah eksekutif Trump yang dirilis oleh Washington Post, ketujuh negara itu adalah Irak, Suriah, Iran, Sudan, Libya, Somalia, dan Yaman. Draf itu menyebutkan bahwa Gedung Putih akan sepenuhnya melarang imigran Suriah datang ke AS.

Dokumen itu yang memaparkan bahwa Gedung Putih akan memberikan Kementerian Pertahanan waktu 90 hari untuk menyusun rencana pembentukan 'zona aman' di Suriah agar warga yang ingin kabur dari perang sipil tak perlu menjadi imigran di negara lain.

Selama ini, AS di bawah kepemimpinan Barack Obama enggan membangun zona aman semacam ini karena khawatir akan terjerumus lebih jauh ke dalam perang saudara di Suriah.

Dalam perintah eksekutif itu, terdapat pula titah Trump untuk membangun tembok sepanjang 32 ribu kilometer di perbatasan AS dan Meksiko guna membendung imigran ilegal dari negara pimpinan Presiden Enrique Pena Nieto tersebut. (rsa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER