Memang sejak lama ada perasaan tidak puas atas sistem yang tidak jelas ini karena keluarga yang menentukan jumlah sumbangan, dan memberi sumbangan lagi selama lebih dari satu dekade setelah pemakaman.
Vihara Buddha di Jepang bergantung pada sumbangan umat untuk kegiatan renovasi yang bisa mencapai beberapa juta dolar. Namun, banyak pihak mengkritik bahwa vihara-vihara ini lebih giat meningkatkan pendapatan dari pada memberi panduan spriritual.
Chiko Iwagami, anggota Federasi Umat Buddha Jepang, mengakui bahwa ada biksu yang mematok harga untuk upacara pemakaman dan upacara lain. Hal ini, menurutnya, membuat masyarakat menjadi tidak percaya pada vihara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Hal itu membuat semangat memberi sumbangan berubah,” kata Iwagumi yang menambahkan bahwa biksu seharusnya tidak boleh mengharapkan imbalan atas tugas yang dilakukannya.
Unit usaha Aeon itu membuat Federasi Umat Buddha Jepang marah dan meminta perusahaan itu mencabut daftar harga. Aeon pun mencabut daftar harga meski tetap menawarkan layanan tersebut.
Awal tahun ini, giliran toko online Amazon yang dikritik Federasi Umat Buddha Jepang karena mengunggah layanan jasa sewa biksu milik Minrevi.
“Mereka telah mengkomersialkan sumbangan. Ini sangat disayangkan,” kata Iwagami.