Jakarta, CNN Indonesia -- Seorang sumber menyebut pelaku serangan di Museum Louvre menolak berbicara pada Kepolisian Perancis dalam dua pemeriksaan yang dilakukan pada Minggu (6/2).
Pria yang diyakini berkbangsaan Mesir itu ditembak di bagian perut dan terluka serius setelah mencoba menyerang tentara dengan dua bilah golok, Jumat pekan lalu (3/2).
Aksi tersebut menyusul serangkaian serangan lainnya yang terjadi di Perancis dan membuat isu keamanan kembali menjadi perhatian jelang pemilihan presiden tahun ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyidik memeriksanya dua kali di ranjang rumah sakit di mana dia dirawat setelah kondisinya membaik. Namun, "dia masih menolak berbicara," kata sumber di penegak hukum yang dikutip
AFP, Senin (6/2).
Berdasarkan catatan telepon dan visa-nya, dia diyakini bernama Abdallah El Hamahmy, warga Mesir berusia 29 tahun yang tinggal di Uni Emirat Arab. Dia masuk ke Perancis secara legal melalui Dubai, 26 Januari lalu.
Penyidik meyakini Hamahmy menyewa sebuah apartemen mewah dekat Champs Elysees.
Akomodasi seharga 1.830 per bulan itu disewa secara daring Juni lalu, kata seorang sumber lain.
Penyidik juga mengatakan pelaku yang membawa dua golok dan memakai kaos hitam bergambar tengkorak itu menyerang tentara sambil berteriak "Allahu Akbar."
Presiden Francois Hollande mengatakan "hampir pasti serangan ini adalah aksi teroris."
Aparat Perancis telah menghubungi pejabat Mesir untuk memastikan identitas pelaku melalui uji DNA, kata seorang sumber.
Mereka juga berencana untuk mengontak pejabat Uni Emirat Arab dan Turki, karena paspornya mempunyai dua visa dari Turki, pada 2015 dan 2016.
Polisi juga mendalami akun Twitter Hamahmy setelah menemukan puluhan pesan yang dia kirim menggunakan bahasa Arab, beberapa menit sebelum beraksi.
"Dengan nama Allah, untuk saudara-saudara kita di Suriah dan pejuang di seluruh dunia," tulis dia, sebelum merujuk kepada kelompok teror ISIS dalam twit selanjutnya, berselang satu menit.
Berbicara kepada AFP di Kairo, Reda El-Hamahmy, seorang jenderal polisi yang sudah pensiun, mengatakan dirinya yakin bahwa pelaku adalah anaknya, Abdallah, yang berada di Perancis untuk urusan bisnis.
Namun, dia mengatakan tidak ada tanda-tanda anaknya telah teradikalisasi.
"Dia pergi bersama perusahaannya dan mengunjungi museum ketika perjalanan berakhir. Dia semestinya sudah tidak di sana, Minggu," ujarnya kepada
AFP.
(aal)