Paus Fransiskus Kritik Myanmar Terkait Penganiayaan Rohingya

Riva Dessthania Suastha | CNN Indonesia
Kamis, 09 Feb 2017 13:00 WIB
Paus Fransiskus mengkritik pemerintah Myanmar dan menyebut kaum Rohingya dianiaya hanya karena perbedaan keyakinan dan budaya mereka.
Paus Fransiskus mengkritik pemerintah Myanmar dan menyebut kaum Rohingya dianiaya hanya karena perbedaan keyakinan dan budaya mereka. (Reuters/Ryeshen Egagamao)
Jakarta, CNN Indonesia -- Paus Fransiskus membela hak hidup dan beragama kaum minoritas Muslim Rohingya dan mengkritik pemerintah Myanmar atas dugaan penganiayaan terhadap mereka.

Dalam pidato mingguannya di Vatikan, Fransiskus "menyerang" rezim pemerintah Myanmar yang kini dipimpin oleh Penasihat Negara, Aung San Suu Kyi. Ia menyebutkan bahwa kaum Rohingya disiksa dan dibunuh "hanya karena ingin hidup dengan budaya dan agama yang mereka yakini."

"Kaum Rohingya adalah orang-orang baik. [Meski] mereka bukan umat Kristiani, mereka juga orang-orang damai yang merupakan saudara kita semua," ujar Fransisks, Kamis (9/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Komentar ini dilontarkan Fransiskus menyusul terbitnya laporan komisi HAM PBB pada Jumat (3/2) yang menuturkan bahwa militer Myanmar melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan terhadap Rohingya sejak Oktober lalu.

PBB menyebutkan, militer Myanmar juga membakar rumah-rumah kaum Rohingya hingga rata dengan tanah. Sejak saat itu, setidaknya 69 ribu orang Rohingya kabur ke Bangladesh.

Fransiskus kemudian mengajak 7 ribu jemaat yang hadir di aula Gereja Basilika Santo Petrus saat itu untuk memanjatkan doa bersama bagi seluruh imigran dan pengungsi yang sedang mengalami kesulitan, penyiksaan, serta eksploitasi, khususnya kaum Rohingya.

"Mari kita semua berdoa bagi para imigran yang sedang kesusahan, khususnya kaum Rohingya yang sedang melarikan diri keluar Myanmar dari satu tempat ke tempat lain karena tidak ada yang menginginkan mereka," ujarnya seperti dikutip The Independent.

Selama ini, Rohingya dilaporkan kerap menjadi korban diskriminasi. Mereka tak dianggap dalam daftar etnis resmi dalam undang-undang kewarganegaraan Myanmar sehingga tak memiliki status dan hak kewarganegaraan.
Paus Fransiskus Kritik Myanmar Terkait Penganiayaan RohingyaSelama ini, Rohingya dilaporkan kerap menjadi korban diskriminasi di Myanmar. (Reuters/Mohammad Ponir Hossain)
Isu mengenai kekerasan terhadap Rohingya di Myanmar kembali mencuat setelah insiden penyerangan pos pengamanan di tiga wilayah perbatasan Myanmar oleh sejumlah kelompok bersenjata pada 9 Oktober lalu.

Pemerintah Myanmar menuding "teroris Rohingya" berada di balik serangan itu, meski belum ada bukti konkret.

Sejak insiden itu, militer Myanmar memperketat pengawasan dengan melakukan "operasi pembersihan" di wilayah Rakhine, tempat kekerasan terhadap kaum Muslim khususnya Rohingya marak terjadi.

Alih-alih memburu para pelaku penyerangan, militer Myanmar diduga malah menyerang etnis Rohingya secara membabi-buta.

Meski kecaman dan desakan sudah cukup banyak menghujani pemerintah, Myanmar berkeras menampik segala tudingan diskriminasi dan penganiayaan terhadap 1,2 juta kaum Rohingya di Rakhine.

Namun, pendirian Suu Kyi belakangan goyah lantaran laporan PBB tersebut dan berjanji akan mulai menyelidiki dugaan pelanggaraan HAM yang dilakukan aparatnya selama ini.

Kritik untuk Trump

Dalam khotbah Kamis kemarin, Fransiskus juga mengkritik gagasan sejumlah orang yang ingin membangun tembok di perbatasan negara untuk menghindari masuknya imigran dan pengungsi ke wilayahnya.

Fransiskus menilai, sebaiknya orang-orang di dunia saling membangun rasa pengertian daripada membangun tembok pembatas.

Komentar secara tidak langsung ini, diduga ditujukan kepada Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Selama kampanye hingga resmi menduduki Gedung Putih, Trump berencana membangun tembok pembatas di perbatasan Meksiko untuk mencegah imigran asal meksiko masuk ke AS.

Selain itu, taipan real estate itu juga menandatangani perintah eksekutif, yang secara garis besar berisi larangan sementara penerimaan imigran dan pemberian visa bagi warga asal tujuh negara Muslim untuk masuk ke AS dengan alasan keamanan nasional.

"Dalam konteks sosial dan sipil, saya menghimbau orang-orang untuk tidak membangun tembok, tapi justru membangun rasa pengertian antar sesama. Jangan lah menanggapi kejahatan dengan kejahatan lagi. Kalahkan kejahatan dan pelanggaran dengan kebaikan serta pengampunan," ujarnya. (stu/has)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER