Swiss Akan Permudah Naturalisasi Cucu Imigran

CNN Indonesia
Senin, 13 Feb 2017 13:49 WIB
Setidaknya 60 persen warga Swiss mendukung RUU yang diajukan pemerintah untuk mempermudah proses naturalisasi imigran generasi ketiga.
Setidaknya 60 persen warga Swiss mendukung RUU yang diajukan pemerintah untuk mempermudah proses naturalisasi bagi imigran generasi ketiga menjadi warga negara. (Reuters/Denis Balibouse)
Jakarta, CNN Indonesia -- Hasil referendum yang diselenggarakan pemerintah Swiss, Minggu (12/2), menunjukkan setidaknya 60 persen masyarakat mendukung perubahan konstitusi yang bisa mempermudah naturalisasi bagi imigran generasi ketiga menjadi warga negara.

Imigran generasi pertama adalah orang-orang yang lahir di negara tersebut namun pindah ke negara lain di usia muda, atau anak-anak mereka yang lahir di negara baru. Sementara imigran generasi kedua dan ketiga adalah para keturunan mereka.

Diberitakan The Guardian, Senin (13/2), amandemen konstitusi tersebut mempermudah anak-anak dari 'secondos' atau imigran generasi kedua memperoleh status kewarganegaraan tetap di negara tersebut. Setidaknya ada 8 juta kaum imigran generasi kedua kini tinggal di Swiss, hampir 60 persen diantaranya berasal dari Italia, Balkan, dan Turki.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sentimen positif 'menyambut' kaum imigran ini muncul di tengah meningkatnya gerakan populis di sejumlah negara Barat. Hasil referendum ini akhirnya menepis penolakan sejumlah politkus sayap kanan yang menganggap amandemen tersebut menimbulkan "risiko keamanan" bagi negara.

Swiss memiliki sejarah imigrasi yang hampir serupa dengan Jerman, Italia, dan negara-negara Balkan. Negara itu memiliki bahasa resmi terbanyak jika dibandingkan negara lain di Eropa.

Banyak imigran telah menjadikan Swiss sebagai rumah mereka. Pengetatan aturan naturalisasi berarti menempatkan seperempat populasi di Swiss sebagai pendatang, jumlah yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan negara lain.

Meski begitu, undang-undang baru ini tidak serta-merta membuat proses naturalisasi imigran menjadi otomatis. Sejumlah aturan seperti usia minimal, tempat kelahiran, lama tinggal di Swiss dan beberapa hal lainnya tetap diterapkan sebagai syarat naturalisasi.

Penolakan terhadap amandemen ini juga muncul pada sebagian warga Swiss, melihat 39,6 persen masyarakat yang menolak referendum.

Aktivis yang tergabung dengan gerakan populisme di Swiss, Partai Rakyat Swiss (SVP), menentang rancangan undang-undang yang didukung pemerintah dan parlemen ini.

Sejumlah aktivis tersebut menggelar aksi protes dengan memasang poster bergambarkan seorang wanita berhijab menggunakan cadar dengan slogan "tolak naturalisasi tanpa pemeriksaan."

Walau begitu, pengamat ilmu politik dari Universitas Bern, Sophie Guingard, menganggap protes simpatisan SVP itu tidak berkaitan dengan agama.

Sementara, sejumlah wartawan dan politikus Swiss melihat protes SVP khususnya poster penolakan RUU tersebut merupakan "serangan terhadap umat Islam."

SVP berulang kali dituding mengutuk Islam. Mereka menganggap bahwa mempermudah kaum Muslim menjadi warga negara akan meningkatkan risiko dan kehilangan "nilai-nilai bangsa".

Wakil Ketua Komite SVP, Jean-Luc Addor juga telah mendesak warga menolak proposal tersebut sesegera mungkin dengan alasan imigran generasi ketiga tidak akan menjadi warga asli Eropa.

"Dalam generasi pertama dan kedua, siapa yang akan menjadi generasi ketiga dari orang asing tersebut? Mereka lahir dari pemberontakan negara Arab [Arab Spring] yang berasal dari sub-Sahara Afrika dan wilayah barat Afrika, Suriah, dan Afghanistan," tulis Addor dalam situs resmi SVP.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER