Jakarta, CNN Indonesia -- Khalid Masood, pelaku serangan teror mematikan di London, beraksi sendiri menabrak pejalan kaki dan menikam seorang polisi, memicu spekulasi bahwa dia adalah seorang
lone wolf. Namun, setelah diklaim ISIS, kemungkinan itu kembali dipertanyakan.
Lone wolf adalah istilah yang merujuk pada pelaku teror individual tanpa keterikatan dengan organisasi tertentu, apalagi koordinasi aksi atau struktur komando. Menurut peneliti terorisme dari Universitas Indonesia, Ridlwan Habib, Masood bisa saja terlebih dulu berinteraksi dengan kelompok radikal.
Dia memperingatkan, sulit untuk memverifikasi soal keterlibatan Masood dengan ISIS karena dia sudah meninggal dunia. Dia juga menjelaskan, ISIS memang kerap mendompleng aksi teror yang menewaskan pelakunya, seperti dalam insiden ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Walau demikian, kata Ridlwan, perkembangan sel ISIS di Inggris membuat klaim kelompok teror itu cukup bisa dipercaya.
"Kebiasaan ISIS selama ini dia selalu klaim cepat kalau ada serangan untuk menaikkan popularitasnya. Tapi London ini bisa saja benar, karena sel ISIS di London, simpatisannya, kalau dari sejumlah penelitian internasional, lebih banyak dari negara lain seperti Perancis dan Jerman," ujarnya kepada
CNNIndonesia.com, Jumat (24/3).
Terlebih, kata dia, intelijen Inggris sudah memperingatkan ada kemungkinan serangan teror sejak akhir 2016 lalu. Karena konsentrasi ISIS di Timur Tengah sudah terpecah, seiring dengan kekalahan kelompok ini di sejumlah wilayah Suriah dan Irak, maka para pemimpin mereka memerintahkan simpatisannya untuk melakukan serangan di negara masing-masing.
"Kalau misalnya di Inggris, maka lakukanlah serangan di Inggris, begitu pula dengan sel yang ada di Indonesia," kata Ridlwan.
Dengan demikian, ancaman serupa bisa saja terjadi di negeri ini. Selain itu, permasalahan dalam penyebaran paham radikal di London pun hampir sama dengan di Indonesia--mengakar dan menyebar di penjara-penjara.
Masood, menurut Kepolisian Inggris, pernah beberapa kali dipidana atas tuduhan kekerasan, meski bukan terorisme. Hukuman terakhir yang dijalani adalah pada 2003 lalu, karena kepemilikan senjata tajam.
Saat itulah, kata Ridlwan, kemungkinan radikalisasi terjadi pada diri Masood.
"Kalau pernah dipenjara bisa jadi pernah berinteraksi dengan kelompok radikal. Problemnya mirip dengan di Indonesia, penjara tidak membuat menjadi lebih baik," ujarnya.
Poin lain yang harus diperhatikan adalah Masood sudah pernah diincar oleh intelijen MI5, meski kini lepas dari monitor. Menurut Ridlwan, itu adalah salah satu hal yang memperkuat dugaan keterlibatan si pelaku dengan kelompok teror.
[Gambas:Video CNN]Menurut peneliti di
Norwegian Defense Research Establishment, dari 42 rencana teror di Eropa antara 2014 dan 2016, kurang lebih tiga per empatnya melibatkan otak yang terkait dengan agen ISIS yang ditemui secara langsung atau melalui internet. Mereka hanya menemukan enam aksi teror di mana pelakunya bergerak secara individu atau lone wolf yang terinspirasi ISIS.
Mereka juga menyebut 12 aksi teror, termasuk di Paris dan Brussels, melibatkan pelaku teror asing yang ditugaskan ke Eropa. Belum lagi, sebanyak 19 aksi teror melibatkan warga Eropa yang menerima instruksi daring dari tokoh-tokoh ISIS, termasuk serangan truk di Berlin.
Hal ini menunjukkan ISIS mengendalikan ombak terbaru terorisme di Eropa.
Seamus Hughes dan Alexander Meleagrou-Hitchens, peneliti ekstremisme di Universitas George Washington menyebut agen yang memicu serangan tersebut sebagai "enterpreneur virtual ISIS." Beroperasi dari tempat-tempat seperti Raqqa di Suriah, mereka kerap berbicara menggunakan bahasa yang sama dengan pelaku di Eropa.
Dua contoh yang mencolok, menurut analis
CNN Paul Cruickshank, adalah warga Perancis Rachid Kassim dan warga Inggris Junaid Hussain. Keduanya tewas dalam serangan koalisi Amerika Serikat di Timur Tengah.