Jakarta, CNN Indonesia -- Warga London seakan tak gentar dan berusaha menjalani aktivitas mereka seperti biasa, meski kota terbesar di Inggris itu baru saja diterjang insiden teror terparah dalam satu dekade ini.
Nabil Ishak, seorang pelajar Indonesia, merasa tak banyak perubahan pada kota yang telah ia tempati selama tujuh bulan itu pasca-insiden berdarah yang terjadi di kompleks parlemen Rabu sore kemarin.
"Secara pribadi, saya tidak merasakan ada sesuatu yang berbeda dari perilaku masyarakat London, tidak ada warga Indonesia di sini, utamanya para pelajar yang saya kenal, yang merasa tidak nyaman untuk melanjutkan kehidupannya karena insiden ini," kata mahasiswa King's College London itu kepada
CNNIndonesia.com pada Jumat (24/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia sempat beranggapan bahwa serangan di Istana Westminster, gedung parlemen Inggris, akan memengaruhi dan membuat kisruh warga setidaknya untuk beberapa hari ke depan. Namun, ekspektasi Nabil ternyata salah.
Warga London justru melanjutkan aktivitas sehari-hari mereka seakan tak terpengaruh aksi yang disebut kepolisian sebagai tindakan terorisme kelompok radikal itu.
Perdana Menteri Theresa May dan Wali Kota London Sadiq Khan juga telah menegaskan, aksi teror kemarin tak akan menggentarkan masyarakat Inggris, terutama warga London.
Khan menegaskan, warga London tidak akan pernah merasa takut pada aksi terorisme dan akan terus berjuang bersama bangkit melawannya.
"Para
Londoners pun tidak membuat peristiwa ini menjadi heboh, seakan mereka memberikan kesan ke saya untuk
'santai aja' dan
'life goes on'," kata Nabil.
"Jadi saya juga belajar untuk menganggap 'ya sudah, peristiwa ini terjadi dan kami tidak bisa mengubahnya'. Dan hidup harus terus berlanjut sehingga tidak perlu ada yang ditakuti" tuturnya menambahkan.
"Di kampus saya, rektor universitas juga memberikan imbauan bagi warga untuk tetap tenang tapi waspada dan percaya pada otoritas keamanan. Kemampuan ini yang menurut saya sangat penting dimiliki warga kota di sebuah negara demokrasi, seperti London."
Nabil mengatakan, selama tinggal di London, dia merasa kagum dengan warga kota itu. Meski masyarakat London berasal dari ras, agama, dan budaya yang berbeda, mereka tetap mampu hidup damai dan menghargai satu sama lainnya.
Nabil memang tidak berada di lokasi kejadian saat insiden berlangsung. Namun, berdasarkan pengamatannya, hingga kini pengamanan terus diperketat dan masih banyak polisi yang berjaga di kompleks parlemen.
[Gambas:Video CNN]"Saat insiden, saya dalam perjalanan pulang dari kampus yang berjarak sekitar 10 menit jalan kaki dari tempat kejadian. Tidak banyak yang terjadi di sekeliling saya saat itu karena mungkin warga juga belum mengetahui beritanya. Saya pribadi mendapatkan informasi mengenai kejadian tersebut sekitar 1 jam setelahnya," tuturnya.
Selain Nabil, Lenah Susanty, warga Indonesia lain yang juga tinggal di London, memiliki pengalamannya sendiri menanggapi insiden teror di kota itu.
Lenah merasa beruntung karena menyalakan televisi di rumahnya seharian pada Rabu lalu.
Hari itu, warga Indonesia yang telah cukup lama tinggal di London ini berencana pergi ke Kementerian Luar Negeri Inggris atau Foreign Commonwealth Office yang berdekatan dengan Istana Westminster.
"Mestinya Rabu malam saya pergi ke daerah itu untuk menghadiri acara kelompok Anglo-Indonesia di Foreign Commonwealth Office. Tapi sekitar sore harinya, saat bersiap-siap pergi, televisi rumah yang menyala menampilkan berita kejadian teror di kompleks parlemen," ungkap Lenah.
"Sesaat setelah saya liat berita itu, saya langsung kirim pesan ke panitia acara. Dengar-dengar acaranya batal dan saya tidak jadi ke sana," katanya menambahkan.
Rabu sore berubah mencekam bagi warga serta pengunjung yang berada di sekitar Jembatan Westminster dan kompleks parlemen Inggris.
Sekitar pukul 14.40 waktu setempat, sebuah mobil yang dikemudikan seorang pria melaju kencang melalui Jembatan Westminster secara membabi-buta, menabrak para pejalan kaki dan melukai tiga orang polisi di sana.
Tak berhenti, sang pelaku menabrakan mobilnya ke pagar pembatas gedung parlemen dan bergegas turun dari mobil.
Pria yang belakangan diketahui bernama Khalid Mansood itu kemudian berupaya mendekati gedung parlemen, menikam seorang polisi yang berusaha mencegatnya sebelum ditembak mati oleh petugas.
Ulah pria kelahiran Inggris ini menewaskan tiga orang dan melukai 40 lainnya, termasuk belasan turis asing yang tengah berada di kawasan yang menjadi salah satu situs wisata terkenal di Inggris itu.