Teror Rusia Uji Kebijakan Putin soal Suriah

CNN Indonesia
Rabu, 05 Apr 2017 09:25 WIB
Jelang pemilu, teror mematikan di Rusia dinilai bisa membuat masyarakat meragukan kebijakan Presiden Putin melakukan intervensi militer di Suriah.
Presiden Putin dinilai bisa kehilangan suara akibat serangan teror di kota asalnya, dua hari lalu. (REUTERS/Sergei Karpukhin)
Jakarta, CNN Indonesia -- Militan Islamis kerap mengincar Rusia, bahkan sebelum serangan teror mematikan di kereta bawah tanah Saint Petersburg dua hari yang lalu. Namun, peristiwa ini mempunyai dampak personal bagi Presiden Vladimir Putin karena terjadi di kota asalnya, ketika dia berada di sana.

Serangan yang menewaskan 14 orang dan melukai 50 lainnya itu juga menjadi ujian bagi kebijakan Putin yang paling banyak ditentang--keputusannya untuk meluncurkan intervensi militer di Suriah di sisi Presiden Bashar al-Assad.

Para pengamat Kremlin mengatakan aksi teror tersebut berisiko membuat para pemilih menilai operasi Suriah membuat mereka lebih rentan akan serangan-serangan serupa--tidak seaman yang dijanjikan oleh Putin.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini bisa bermasalah untuk Putin, yang menghadapi gelombang anti-korupsi baru bulan lalu, menjelang pemilihan umum presiden tahun depan di mana ia diperkirakan akan kembali mencalonkan diri untuk keempat kalinya.
Tersangka utama dalam insiden ledakan itu, Akbarzhon Jalilov, adalah seorang warga Rusia dari negara mayoritas Muslim, Kirgizstan. Sejauh ini belum ada kelompok yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu, tapi sebelumnya ISIS sempat mengancam untuk membalas dendam atas intervensi Putin di Rusia.

Kelompok teror ini pernah mengklaim bertanggung jawab menjatuhkan pesawat Rusia di Sinai, Mesir, menewaskan 224 orang penumpangnya.

Jika serangan bom di St Petersburg adalah benar respons ISIS atas operasinya mendukung Assad, "maka itu akan menandakan kegagalan total langkah Putin di Suriah," kata Alfred Kokh, mantan wakil perdana menteri di era Boris Yeltsin.

"Jika ditambah bencana pesawat di Sinai ... maka situasi menjadi sangat buruk bagi pencetus partisipasi Rusia di konflik Suriah," kata Kokh, sebagaimana dikutip Reuters, Kamis (5/4).
[Gambas:Video CNN]

Trauma Berlalu


Walau demikian, belum jelas apakah pemilih biasa di Negeri Beruang merah akan memandangnya sebagai kegagalan Putin. Jajak pendapat menunjukkan tingkat dukungan untuknya masih tinggi dan tidak ada dampak besar dari serangan bom pesawat di Mesir.

"Sekarang kami merasakan pukulan, trauma, tapi sebenarnya bagi kami trauma berlalu cukup cepat," kata Gleb Pavlovsky, mantan penasihat Kremlin, kepada radio Ekho Moskvy.

"Dalam waktu seminggu akan terlihat jelas ke mana orang-orang bakal condong--ke arah masa lalu di mana tuntutan akan represi merupakan hal yang biasa, atau ke arah perasaan lelah akan situasi di mana kita ditawarkan jaminan keamanan dalam beragam samaran, tapi kita tetap tidak mendapatkan keamanan."

Indikasi awal menunjukkan Kremlin akan merespons dengan menyebut serangan St Petersburg menggarisbawahi pentingnya melancarkan operasi di Suriah, dengan tujuan menghancurkan militan Islamis yang mengancam negaranya.
Kemungkinan respons lain adalah meningkatkan keamanan di dalam negeri dan melakukan tindakan keras terhadap semua bentuk Islam garis keras. Hal itu masuk di akal dalam sudut pandang praktis untuk mencegah serangan lebih jauh.

Namun, serangan bom ini bisa juga membawa keuntungan untuk Kremlin dalam menghadapi kemungkinan demonstrasi lanjutan.

Para pejabat Rusia tidak sadar ketika ribuan orang turun ke jalan untuk memprotes dugaan korupsi, bulan lalu dan para penyelenggara demo mengatakan akan meningkatkan intensitas aktivitasnya menjelang pemilu 2018.

"Apakah ancaman keamanan ini akan dijadikan alasan untuk melarang demonstrasi (atas kepentingan keamanan publik, tentu saja), atau lebih luas digunakan sebagai alasan untuk mengatakan 'ini adalah saat yang tidak tepat untuk perpecahan'?" tulis Mark Galeotti, pakar keamanan Rusia di IntelliNews.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER