Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, membatalkan rencana kunjungan ke daerah sengketa Laut China Selatan setelah China menegurnya.
"Mereka berkata, jangan pergi ke sana sekarang ini. Kami mohon jangan pergi ke sana. Saya akan memperbaiki keputusan saya karena kami menghargai pertemanan kami dengan China," ujar Duterte, sebagaimana dilansir
Reuters, Rabu (12/4).
Menegaskan pernyataannya, Duterte kembali berkata, "Karena persahabatan kami dengan China dan karena kami menghargai pertemanan, saya tidak akan ke sana untuk mengibarkan bendera Filipina."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Duterte mengatakan, kini keputusannya sudah bulat karena China memberi peringatan bahwa "akan ada masalah" jika ia tetap ke sana dan menancapkan bendera Filipina.
Pernyataan ini dilontarkan tepat sepekan setelah Duterte mengatakan bahwa ia mengerahkan pasukan militernya untuk mengokupasi daerah Laut China Selatan yang masih kosong dan mengibarkan bendera di sana.
"Saya sudah memerintahkan pasukan bersenjata untuk mengokupasi semuanya, mendirikan struktur di sana dan mengibarkan bendera Filipina," ujar Duterte ketika mengunjungi kamp militer di Palawan, pulau di dekat kepulauan Spratly.
Kepulauan Spratly dibangun oleh China di daerah sengketa di Laut China Selatan. Duterte mengatakan, sembilan atau sepuluh pulau karang di Kepulauan Spratly merupakan wilayah Filipina.
"Sepertinya semua orang berebut pulau di sana, jadi lebih baik kita tinggal di tempat yang masih kosong. Setidaknya, mari ambil yang merupakan milik kita dan tekankan bahwa itu milik kita," ucap Duterte sebagaimana dikutip
AFP, Kamis (6/4).
Seorang pejabat dari Kedutaan Besar China di Manila terkejut ketika dimintai komentar oleh
AFP. Sejak menjabat pada pertengahan tahun lalu, Duterte memang selalu menunjukkan sikap lunak kepada China, berbeda dengan pendahulunya, Benigno Aquino.
Aquino mengajukan tuntutan untuk mempertanyakan klaim China atas 90 persen wilayah di Laut China Selatan. Daerah yang terletak di salah satu jalur perdagangan tersibuk itu juga diklaim oleh Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Brunei.
Hasil keputusan PCA yang menyatakan bahwa klaim China itu tidak sah akhirnya diumumkan sesaat setelah Duterte dilantik. Namun, Duterte malah membuka jalur komunikasi bilateral dengan China untuk membahas sengketa ini.