Pemilu Perancis dan Surutnya Gelombang Populis

CNN Indonesia
Senin, 24 Apr 2017 13:00 WIB
Kemenangan Emmanuel Macron mengungguli Marine Le Pen di Pemilu Perancis, Minggu (23/4) menunjukkan mulai surutnya gelombang populis dalam pemilihan umum.
Emmanuel Macron akan maju ke putaran dua Pemilu Perancis melawan Marine Le Pen, 7 Mei mendatang. (REUTERS/Benoit Tessier)
Jakarta, CNN Indonesia -- Gelombang populis yang menghantam Inggris dan terus menyapu wilayah Atlantik hingga mencapai Amerika Serikat sejak tahun lalu, diduga akan mulai surut ketika tiba di Perancis yang menggelar pemilihan umum presiden pada Minggu (23/4) waktu setempat.

Calon presiden dari sayap kanan Perancis, Marine Le Pen, memang mendulang banyak suara, seperti yang sudah diprediksi sebelumnya. Namun, suara yang diperoleh Le Pen ternyata kalah tipis dibanding kandidat independen berhaluan tengah-kiri, Emmanuel Macron.

Berdasarkan hasil akhir penghitungan suara yang dilakukan Kementerian Dalam Negri Perancis, Macron memimpin dengan perolehan dukungan 23,75 persen, disusul Le Pen dengan 21,53 persen. Kedua kandidat pun akan kembali bertarung dalam putaran kedua pada 7 Mei mendatang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Seorang analis politik Eropa dari Reuters, Noah Barkin, mengatakan bahwa kini, tantangan terbesar bagi Macron adalah merebut dukungan dari para pemilih capres berhaluan kiri, seperti Benoit Hamon dan Jean-Luc Melenchon. 

Namun jika ingin merengkuh suara lebih banyak, Macron sebenarnya dapat mulai menarik perhatian kaum tengah-kanan yang sebelumnya mendukung capres dari Partai Republik, Francois Fillon.

Sebelum diguncang skandal gaji palsu istrinya, Fillon sempat dijagokan dapat mengalahkan Le Pen. Pada akhir tahun lalu saja, jajak pendapat Harris Interactive menunjukkan popularitas Le Pen mulai tenggelam di balik bayang Fillon.

Fillon dapat merebut hati para kaum sayap kanan karena berjanji akan menerapkan sistem imigrasi ketat. Isu ini memang salah satu “barang dagangan” para capres, mengingat masyarakat mulai mencari sosok yang dapat menahan laju imigrasi karena dianggap berpengaruh pada perkembangan terorisme.

Dari ranah imigrasi, Macron memang tidak dapat memungkiri keunggulan sayap kanan dalam merebut hati rakyat. Namun menurut Barkin, Macron dapat merebut para pendukung Fillon melalui sisi ekonomi.

“Dalam setiap kampanye, Fillon selalu membicarakan masalah memperkuat pengaruh Perancis di Eropa,” tulis Barkin dalam opininya yang dilansir Reuters, tak lama setelah proses hitung cepat dimulai.


Dengan kampanye tersebut, Fillon menyiratkan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan Perancis dalam Uni Eropa. Sikap Fillon ini bertentangan dengan kampanye Le Pen yang selalu menyerukan “Frexit” atau keluarnya Perancis dari UE karena dianggap menggerus perekonomian negaranya.

Macron mulai menarik perhatian publik setelah mengatakan bahwa UE sebenarnya dapat direformasi jika Perancis dapat bernegosiasi dengan Jerman. Menurut Macron, selama ini Jerman merebut keuntungan tak berimbang dari UE karena sistem yang usang.

Mantan Menteri Perekonomian dalam jajaran kabinet Presiden Francois Hollande ini pun sudah dua kali berkunjung ke Jerman untuk bertemu dengan Kanselir Angela Merkel.

Penasihat Macron, Sylvie Goulard, mengatakan bahwa jika menang pemilu, pendiri partai independen En Marche! itu pun akan langsung mendekati Jerman untuk membicarakan reformasi UE.

“Kami akan membawa daftar pilihan. Kini, saatnya bertanya kepada diri kita sendiri terlebih dulu, rancangan seperti apa yang tepat,” ujar Goullard. 

Jika berhasil, reformasi UE ini diharapkan dapat meredam riak sayap kanan di sejumlah negara Eropa lainnya yang kini juga mulai mendengungkan gagasan untuk keluar dari blok tersebut.

“Jika Macron terpilih, ada kesempatan bersejarah yang mungkin tidak akan datang lagi,” kata Jeromin Zettelmeyer, seorang pengamat dari Peterson Institute for International Economics.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER