Bisa Bernapas Lega, Uni Eropa Selamat dari Bencana Le Pen

CNN Indonesia
Senin, 08 Mei 2017 06:24 WIB
Tidak hanya Perancis, kekalahan Le Pen atas Macron dalam pemilu 2017 juga menyelamatkan Uni Eropa dari bencana.
Kemenangan Marine Le Pen dalam Pilpres Perancis 2017, dianggap akan menjadi mimpi buruk bagi Uni Eropa. (REUTERS/Pascal Rossignol)
Jakarta, CNN Indonesia -- Langkah mengejutkan Inggris untuk keluar Uni Eropa atau Brexit dan kemenangan Donald Trump di pemilu Amerika Serikat November lalu, menunjukkan bahwa populisme semakin menghantui negara-negara di dunia, tak terkecuali Perancis.

Terlebih, dalam pemilu tahun ini, Marine Le Pen, seorang politikus ekstrem kanan yang dikenal dengan euroskeptisme dan anti-globalisasi, berhasil meraup dukungan hingga lolos dari pemilu putaran pertama 23 April lalu, bersama rival terkuatnya Emmanuel Macron.

Semasa kampanye, Le Pen tak jarang dianggap menyebarkan ketakutan, rasa frustasi, bahkan memecah belah warga, dengan retorika yang dia kemukakan. Bersama partainya--Front Nasional (FN)--perempuan 48 tahun ini pernah berjanji melakukan Frexit alias mengeluarkan Perancis dari Uni Eropa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Le Pen bahkan menegaskan akan berusaha merenegosiasikan keanggotaan Perancis di blok Eropa tersebut enam bulan di awal kepemimpinannya jika terpilih. Jika usaha itu gagal, dia akan menggelar referendum.

Namun, langkah Le Pen membawa Perancis keluar dari Uni Eropa, tidak akan mudah.


Pieter Cleppe, Kepala Open Europe, lembaga think thank yang berkonsentrasi mengenai kebijakan Eropa, menyebut partai Le Pen tak akan sanggup mendapat suara mayoritas pemilu parlemen, Juni mendatang andai kata dia memenangi pemilu.

Cleppe menilai, meski Le Pen menang, kehidupan politiknya tak akan serta-merta menjadi mudah, bahkan diprediksi mendapat perlawanan sengit saat menghadapi parlemen--khususnya dari kaum sentris kanan.

Ini akan mempersulit perempuan tiga anak itu meloloskan rencananya menjadi sebuah kebijakan. Namun, Le Pen tak akan diam.

Dia diprediksi akan mengambil jalan referendum.

Meski begitu, Clappe menuturkan, lagi-lagi referendum tak akan mengikat tanpa persetujuan parlemen.

Foto: CNN Indonesia/Fajrian Marine Le Pen harus menyerah kalah dari rivalnya, Emmanuel Macron di Pilpres Perancis. Padahal, jika menang, Le Pen akan jadi presiden perempuan pertama Perancis.Marine Le Pen harus menyerah kalah dari rivalnya, Emmanuel Macron di Pilpres Perancis. Padahal, jika menang, Le Pen akan jadi presiden perempuan pertama Perancis. (CNN Indonesia/Fajrian)
“Jika mayoritas warga Perancis ingin mempertahankan euro, merujuk mayoritas survei, dia [Le Pen] akan mundur sebab hampir 70 persen programnya tidak akan berjalan,” kata Clappe.

“Selain itu, jikapun kebanyakan warga memilih tinggalkan Uni Eropa, ini memerlukan perubahan konstitusi yang sangat besar dan berat sebab dalam konstitusi dasar Perancis disebutkan, negara adalah bagian dari Uni Eropa,” tuturnya menambahkan.

Kemenangan Le Pen juga disebut berdampak buruk pada ekonomi. Clappe mengatakan, gagasan Le Pen membawa Perancis keluar Uni Eropa bisa menghantarkan kekacauan ekonomi tak hanya bagi negara itu, tapi seluruh negara di Benua Biru itu.


Diberitakan CNN, bank sentral Perancis memperkirakan pembiayaan utang publik negara di luar zona euro, akan menelan biaya lebih dari 30 miliar euro untuk bunga tahunan tambahan.

Meski Le Pen seorang yang moderat, Clappe menganggap, dia tetap menjadi masalah bagi Perancis dengan Uni Eropa

Tak hanya kebijakan ekonomi yang proteksionis, Le Pen dikhawatirkan akan menjauhkan Perancis dari kaum imigran.

Semasa kampanye, Le Pen kerap menyerang isu "imigrasi massal", globalisasi dan "fundamentalisme Islam" yang dinilai mengancam keamanan dan nilai negara.

Dia menganggap, rangkaian terror yang menerpa Perancis sejak beberapa tahun terakhir dan telah menewaskan sedikitnya 200 orang adalah akibat kebijakan UE membuka perbatasan bagi kaum imigran dan pengungsi.

Secara blak-blakan dia bahkan mengatakan, warga Perancis tidak mau terbiasa "hidup dengan terorisme."


Le Pen juga pernah membandingkan warga Muslim yang beribadah di jalanan dengan okupansi Nazi. Dia mengatakan, "Kami tidak ingin hidup di bawah tirani fundamentalisme."

Perempuan itu bersumpah akan menutup perbatasan Perancis, menyetop gelombang pengungsi yang masuk ke negara tersebut untuk sementara.

Kemenangan Le Pen juga disebut akan menjadi akhir bagi kebijakan imigrasi Eropa tentang zona bebas perbatasan, Schengen.

Terlebih, Komisi Eropa telah membuka kemungkinan menangguhkan kebijakan tersebut.

Bencana bagi Perancis

Duta Besar Perancis untuk AS, Gerard Araud, bahkan berani mengatakan kemenangan Le Pen merupakan bencana bagi negaranya. Dia mengkritik wacana Frexit Le Pen dan menyebut hal itu bisa memicu “kekacauan politik dunia Barat.”

“Kemenangan Le Pen berarti runtuhnya UE, karena UE tanpa Perancis tidak akan masuk akal. Ini juga menjadi tanda keruntuhan euro dan berlangsungnya krisis keuangan yang akan berakibat ke seluruh dunia,” kata Araud.

Tak hanya Araud, Duta Besar Perancis untuk Jepang, Thierry Dana, tak ragu melanggar protokol diplomatik dengan bersumpah tak akan menjabat sebagai pejabat pemerintah lagi jika Le Pen menjadi presiden.

“Jika Le Pen menang, saya akan menyingkir dari jabatan diplomatik apa pun,” tuturnya.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER