AS: Suriah Lakukan Pembunuhan Massal di Krematorium

CNN Indonesia
Selasa, 16 Mei 2017 07:22 WIB
AS merilis citra satelit yang diduga merupakan bukti kuat Rezim Bashar al-Assad melakukan pembunuhan massal di krematorium di kompleks miliiter Saydnaya.
Ilustrasi: AS merilis citra satelit yang disinyalir merupakan bukti pembunuhan massal yang dilakukan rezim Bashar al-Assad. (REUTERS/Abdalrhman Ismail)
Jakarta, CNN Indonesia -- Amerika Serikat menuding Suriah membangun krematorium guna menghilangkan bukti pembunuhan massal tahanan mereka. Tudingan yang dilayangkan pada Senin (15/5) waktu setempat itu semakin menambah tekanan bagi Rusia yang merupakan sekutu dekat rezim Bashar al-Assad.

Lebih jauh, guna membuktikan tuduhannya, Kementerian Luar Negeri AS merilis citra satelit yang mendukung adanya pembunuhan massal di penjara Suriah. AS juga memperingatkan Moskow agar tidak menutup mata atas kejahatan Assad.

“AS punya bukti dan sudah mengatakan berulang kali bahwa kami khawatir akan kejahatan yang dilakukan rezim Suriah,” kata Stuart Jones, Diplomat AS untuk Timur Tengah, seperti dilaporkan AFP.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Kami juga khawatir kejahatan ini sepertinya dilakukan dengan dukungan penuh dari Rusia dan Iran,” lanjutnya.


Jones juga menambahkan pesan pada Pemerintahan Presiden Vladimir Putin.

“Rusia harus bertindak segera dan menggunakan pengaruhnya atas rezim Suriah untuk memastikan pelanggaran mengerikan ini berhenti.”

Peringatan AS datang bertepatan dengan mediasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) antara Damaskus dan kelompok oposisi Suriah di Jenewa. Itu juga bertujuan untuk terus menekan para pendukung Assad.

Delegasi Oposisi Suriah menerima pernyataan AS namun juga mengeluh itu datang terlambat.

“Ini seperti menambah garam di lautan. Apa yang terjadi di penjara Suriah lebih buruk dari [pernyataan AS] itu,” kata Nasr al-Hariri. “Sudah tiba waktunya bagi dunia, dipimpin oleh AS, untuk bertindak dan menghentikan pelanggaran Hak Asasi Manusia ini.”

Rezim Bashar al-Assad dituding melakukan pembunuhan massal di krematorium yang berlokasi di kompleks militer Saydnaya, sepanjang 2011-2015.Rezim Bashar al-Assad dituding melakukan pembunuhan massal di krematorium yang berlokasi di kompleks militer Saydnaya, sepanjang 2011-2015. (Foto: REUTERS/SANA)

Bukti Citra Satelit

Guna mendukung pernyataannya, AS menerbitkan foto citra satelit bertanggal Januari 2015, yang memperlihatkan salju tengah mencair di atap sebuah bangunan yang tersambung pada kompleks militer Saydnaya di utara Damaskus.

Gambar itu, bersama dengan bukti lainnya, menunjukkan sistem ventilasi masif di bangunan tersebut, yang diduga kelompok sayap kanan sebagai pusat eksekusi.

“Mulai 2013, kita percaya bahwa rezim Suriah memodifikasi bangunan di Saydnaya yang digunakan sebagai krematorium,” kata Jones. “Sebagai upaya menyembunyikan pembunuhan massal di kompleks militer tersebut.”

Jones, yang merupakan Pelaksana Tugas Menlu AS di Timteng, menyebut Washington mendapatkan informasi itu dari agensi kemanusiaan kredibel serta ‘komunitas intelijen’ AS, yang mengimplikasikan bukti kredibel itu sudah ada di tangan mereka.


Dia juga menyebut Suriah menahan 70 orang di sebuah sel yang hanya cukup menampung lima orang.

“Menurut beberapa sumber, rezim Assad juga bertanggung jawab atas pembunuhan 50 tahanan per hari di Saydnaya,” katanya.

Meskipun demikian, Jones tidak memberikan perkiraan resmi atas total korban pembunuhan rezim Assad, namun mengutip laporan Amnesti Internasional yang menyebut sekitar 5000 hingga 11 ribu tahanan tewas di penjara Suriah, antara 2011 dan 2015.

Selain itu, Jones menduga, rezim Assad menahan sekitar 65 ribu hingga 117 ribu tahanan di kurun waktu yang sama, atau dalam lima tahun pertama sejak perang sipil pecah di Suriah.

Tidak disebutkan alasan mengapa AS menahan informasi tersebut dan memutuskan merilisnya sekarang. Namun, Jones mengatakan, “informasi ini terus berkembang”.


Dia juga menambahkan Menlu AS Rex Tillerson sudah mengutarakan kekhawatirannya atas kebrutalan rezim Assad kepada Menlu Rusia Sergei Lavrov, saat dia berkunjung ke Washington, minggu lalu.

Saat ini, Moskow dan Iran merupakan dua pendukung terkuat Suriah dan Washington meyakini, tekanan dari Rusia adalah satu-satunya hal yang bisa membuat Assad menegosiasikan perdamaian.

Presiden AS Donald Trump mengatakan dia berharap bisa bekerjasama dengan Putin untuk memastikan hal itu. Di sisi lain, hubungan AS-Rusia berada dalam kondisi buruk di bawah pemerintahan Trump.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER