ASEAN Dianggap Bisa Jadi Mediator Krisis Nuklir Korut

CNN Indonesia
Rabu, 17 Mei 2017 20:42 WIB
ASEAN disebut bisa menjadi harapan baru di tengah krisis nuklir Korut yang kian mengancam stabilitas dan keamanan di kawasan Semenanjung Korea dan dunia.
ASEAN disebut bisa menjadi harapan baru menengahi krisis nuklir Korut yang kian mengancam stabilitas dan keamanan di kawasan Semenanjung Korea, bahkan global. (Foto: ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)
Jakarta, CNN Indonesia -- Di tengah peliknya krisis nuklir Korea Utara yang kian mengancam stabilitas keamanan di kawasan Asia Timur dan global, sejumlah pengamat memiliki penilaian mengenai sejauh mana ASEAN dapat berperan meredakan ketegangan tersebut.

Lonny Carlile, profesor program studi kawasan Asia di University of Hawaii, berpendapat organisasi 10 negara Asia Tenggara itu berpotensi menjadi fasilitator karena mempunyai jarak geografis yang cukup jauh dan tidak berkepentingan di kawasan terkait masalah ini.

Carlile mencatat, Forum Regional ASEAN (ARF)--pertemuan keamanan regional di kawasan yang melibatkan 27 negara--dianggap menjadi platform yang tepat bagi ASEAN untuk menengahi krisis berkelanjutan itu.
"Korut selalu mengatakan bahwa mereka ingin melakukan negosiasi langsung dengan Amerika Serikat dan merasa termasuk dalam komunitas internasional ... dengan rekam jejak ASEAN dalam berbagai dialog, mungkin ini alternatifnya," tutur Carlile, Rabu (17/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ASEAN memang dianggap tak punya kepentingan dan tidak terlibat langsung dalam krisis nuklir di Semenanjung Korea. Seluruh negara anggota ASEAN memiliki hubungan diplomatik dengan Korut.

Indonesia, Vietnam, Laos, Kamboja, dan Malaysia memiliki kedutaan besar di Pyongyang, begitu juga sebaliknya.

Namun, jika konflik ini berlanjut, keamanan kawasan Asia Tenggara pun bisa terancam. Karena itu, ASEAN diharapkan bisa berkontribusi meredam ketegangan di Semenanjung Korea.
Meski begitu, Denny Roy, peneliti di Institut Penelitian East-West Center, menilai ASEAN bakal kesulitan menjalankan peran tersebut. Sebab, Roy menganggap, ASEAN tak memiliki apapun untuk membantu AS ataupun Korut--aktor utama dalam krisis ini--untuk memecah kebuntuan salama ini.

"Ini adalah masalah Asia Timur ... Saya tidak tahu apa yang bisa dilakukan ASEAN untuk mendorong negosiasi dalam konflik ini. Tapi ASEAN bisa membantu memberlakukan sanksi [untuk menekan Korut]," kata Roy.

Sementara itu, pakar politik Asia Tenggara di John Cabot University Roma, Bridget Welsh, mengatakan Singapura, Malaysia, Kamboja, dan Thailand, merupakan anggota ASEAN yang dianggap cukup dekat dengan rezim Kim Jong-un.

Menurut Welsh, empat negara itu menjadi penting bagi Pyongyang lantaran selama ini menyediakan jalur keamanan dan ekonomi bagi negara paling terisolasi itu.
"Sejauh ini, strategi pemerintahan Presiden Donald Trump adalah semakin mengisolasi Korut dari dunia internasional. Mereka memanfaatkan kekhawatiran tentang pembunuhan [kakak tiri Kim Jong-un, Kim Jong-nam] di Malaysia. Mereka [keempat negara itu] bisa memutuskan hubungan dan memberikan tekanan," katanya.

Namun, Welsh mencatat potensi ASEAN belum bisa meyakinkan untuk dijadikan mediator dalam konflik ini. Sebab, di dalam tubuh ASEAN sendiri masih memiliki perpecahan, khususnya perbedaan antar negara anggota soal sengketa Laut China Selatan.

Dia juga mengatakan, kehadiran organisasi regional itu selama ini tidak efektif dan terlihat tidak memiliki kepemimpinan dengan prinsip pengambilan keputusan berdasarkan konsensus.

"Kinerja ASEAN tidak terlihat berarti dalam menyelesaikan masalah keamanan di kawasan selama ini...perpecahan negara anggota terkait sengketa Laut China Selatan yang berhubungan langsung dengan China ini cenderung beresonansi terhadap Korut juga. Jangan berharap banyak," ujar Welsh seperti dikutip dari Channel NewsAsia.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER