Jakarta, CNN Indonesia -- Kepolisian memastikan insiden ledakan di lokasi konser Ariana Grande, Manchester, Inggris adalah ulah teroris yang melakukan aksi bom bunuh diri.
Polisi setempat menyebut pelaku meledakan diri beberapa saat setelah 22.33 di Manchester Arena, lokasi yang berkapasitas 21 ribu orang. Sejumlah anak-anak menjadi korban serangan tersebut.
"Kami yakin, pada tahap ini, serangan semalam dilakukan oleh seorang laki-laki," kata Kepala Kepolisian Manchester Ian Hopkins sebagaimana dikutip
Reuters, Selasa (23/5).
"Prioritas kami adalah memastikan apakah dia beraksi sendiri atau bagian dari sebuah jaringan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami meyakini pelaku membawa bom rakitan yang diledakkan untuk mengakibatkan kekejaman ini."
Hopkins enggan menjelaskan apakah pelaku aksi teror yang menewaskan 22 orang dan melukai 59 lainnya ini berkebangsaan Inggris.
Sebelumnya, hal ini baru disampaikan oleh dua orang sumber dari pemerintahan Amerika Serikat. Sementara itu, polisi Inggris hanya menyatakan menangani kejadian mematikan tersebut sebagai aksi terorisme "hingga fakta lain menunjukkan sebaliknya."
Seorang saksi penonton konser mengatakan dirinya merasakan ledakan besar saat hendak meninggalkan arena. Setelah itu, kerumunan orang di lokasi itu berteriak dan ribuan orang mencoba untuk melarikan diri.
Masih belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan ini. Namun, sejumlah pejabat AS membandingkannya dengan serangan terkoordinasi November 2015 yang dilakukan militan Islamis di aula konser Bataclan dan beberapa lokasi lain di Paris.
Serangan tersebut memakan 130 korban jiwa.
Kepolisian Ingris waspada akan serangan susulan. Stasiun bus Victoria di pusat London dan jalanan di sekitarnya ditutup setelah penemuan paket mencurigakan.
[Gambas:Video CNN]Selain itu, para pendukung kelompok teror ISIS di media sosial memuji serangan tersebut dan beberapa di antaranya mendorong aksi serupa kembali di lakukan di tempat-tempat lain.
Tingkat kewaspadaan Inggris saat ini sedang berada pada tahap kedua tertinggi kategori 'parah'. Artinya, serangan militan sangat mungkin terjadi di negara tersebut.
Sementara itu, polisi anti-teror menyatakan hampir setiap hari menangkap tersangka terorisme.
Maret lalu, serangan terjadi di Jembatan Westminster ketika pelaku yang berkebangsaan Inggris menabrakkan mobilnya ke arah pejalan kaki, merenggut nyawa empat orang sebelum menikam seorang polisi hingga tewas. Pelaku saat itu langsung ditembak mati oleh petugas.