Jakarta, CNN Indonesia -- Peningkatan status kewaspadaan teror Inggris dari 'parah' ke 'kritis' adalah yang pertama kalinya sejak satu dekade lalu.
Negara itu terakhir kali meningkatkan tingkat kesiagaan ke tahap tertinggi pada Juli 2007. Di tahun itu, CNNIndonesia.com mencatat Inggris setidaknya dua kali mendapatkan ancaman teror besar.
Yang pertama adalah pada 29 Juni 2007 saat dua bom mobil yang tidak sempat diledakkan ditemukan di London. Di dalam salah satu mobil itu ditemukan peledak gas dan paku-paku untuk melukai korban di sekitarnya.
Sementara yang kedua terjadi pada 30 Juni 2007 di Bandara Internasional Glasgow. Sebuah mobil jip ditabrakkan ke pintu kaca utama terminal bandara tersebut dan terbakar, diduga merupakan serangan bom mobil yang gagal meledak.
Selain itu, Bandara John Lennon Liverpool dan Terminal 4 Bandara Heathrow pun sempat terancam aksi teror. Akibatnya, tingkat kewaspadaan ditingkatkan menjadi 'kritis' seperti saat ini.
Perdana Menteri Theresa May mengatakan "serangan tidak hanya sangat mungkin terjadi, tapi serangan susulan mungkin sudah sangat dekat."
Meski mengambil langkah historis ini, May mengatakan tidak ingin membuat warga khawatir. Namun, personel militer dipastikan akan ikut mengamankan
acara-acara publik dan objek vital di bawah komando polisi.
Peningkatan kewaspadaan dilakukan setelah serangan bom bunuh diri di Manchester Arena, di akhir konser penyanyi pop Ariana Grande, menewasakan setidaknya 22 orang dan melukai 59 lainnya.
May tidak menutup kemungkinan pelaku, Salman Ramadan Abedi, bekerja untuk kelompok teror. "Kita tidak bisa mengesampingkan kemungkinan bahwa sekelompok individu berkaitan dengan insiden ini."
"Polisi telah meminta izin menteri pertahanan untuk mengerahkan sejumlah personel militer untuk mendukung petugas bersenjata kepolisian," kata May.
[Gambas:Video CNN]Artinya, polisi-polisi yang ditugaskan menjagaacara publik akan digantikan oleh tentara dalam operasi bersandi Temperer. Ini juga adalah kali pertamanya rencana yang diyakini melibatkan 5.000 pasukan itu dilaksanakan sejak digagas 2015 lalu.
Di luar pernyataan May, Kepolisian Manchester menyatakan masih menyelidiki apakah Abedi bekerja sendiri atau merupakan bagian dari sebuah jaringan.
Bahan peledak yang dia gunakan diyakini adalah bom rakitan dan termasuk kasar, meski cukup stabil untuk dibawa melancarkan aksinya sehingga mengakibatkan ledakan mematikan. Bom tersebut diyakini dibuat di Inggris.
"Prioritas kami masih untuk memastikan apakah dia bekerja sendiri atau bagian dari sebuah jaringan," kata Ian Hopkins, Kepala Kepolisian Manchester Raya.
Seorang sumber aparat keamanan yang dikutip
The Guardian menyebut Abedi diduga memperoleh bahan-bahan bom atau membuat alat peledak sendiri.
Hal ini menjadi "titik balik" yang telah "memukul mundur kita semua" karena serangan serupa tidak pernah terjadi di Inggris sejak aksi teror Juni 2005.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT