Pentagon: Serangan Udara AS di Mosul Tewaskan 105 Warga Sipil

CNN Indonesia
Jumat, 26 Mei 2017 11:08 WIB
Pentagon menyebut setidaknya 105 warga sipil tewas dalam serangan udara yang dilakukan pasukan koalisi Amerika Serikat di barat Mosul, Maret lalu.
Serangan udara pasukan koalisi AS di Mosul barat menyebabkan ratusan warga sipil tewas. (AFP Photo/Aris Messinis)
Jakarta, CNN Indonesia -- Investigasi yang dilakukan militer Amerika Serikat menyebutkan bahwa lebih dari 100 warga sipil terbunuh dalam serangan udara di Mosul untuk menggempur ISIS, Maret lalu.

Penyelidikan tersebut menyimpulkan bahwa serangan di distrik Al Jadida itu, secara tidak sengaja memicu bahan peledak yang ditempatkan di sebuah bangunan oleh pejuang ISIS, yang menyebabkannya runtuh.

Pejabat lokal dan saksi mata mengatakan sebanyak 240 orang mungkin telah tewas dalam serangan itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jumlah itu merupakan korban sipil terbanyak yang melibatkan koalisi militer AS, yang mulai membantu memberangus ISIS di Suriah dan Irak pada 2014.

Sebelum penyelidikan ini, pasukan koalisi mengatakan bahwa setidaknya 352 warga sipil telah terbunuh sejak serangan dimulai. Angka prediksi itu jauh lebih rendah dibanding yang diberikan oleh kelompok lain.


Matthew Isler, Brigadir Jenderal Angkatan Udara AS, yang mengawasi penyelidikan tersebut, mengatakan bahwa 101 warga sipil yang berada di dalam gedung tersebut langsung tewas, sementara empat warga sipil lainnya yang ikut tewas, berada di gedung lain yang berdekatan. Adapun 36 warga sipil masih lainnya belum diperhitungkan.

Sebelum serangan 17 Maret, pasukan Irak berjarak sekitar 100 meter dari bangunan yang dikuasai ISIS, dan bisa melihat dua penembak jitu di lantai dua gedung tersebut. Namun, Isler mengatakan, ada zona buta dan pasukan tidak bisa melihat bagian bangunan.

Koalisi militer tersebut telah memantau wilayah tersebut sejak operasi untuk Mosul barat dimulai beberapa minggu sebelumnya. Namun, selama dua hari sebelum serangan terjadi, pasukan koalisi tidak memiliki pengawasan di atas wilayah tersebut karena terhalang cuaca, kata Isler.

Bom seberat 227 kilogram dijatuhkan di gedung tersebut, menargetkan para penembak jitu. Namun, ledakan yang terjadi menghancurkan penahan beton gedung dan membuat bangunan itu ambruk menimpa warga sipil.

Investigasi tersebut juga mengungkap baik pasukan AS maupun Irak tidak mengetahui keberadaan warga sipil di dalam gedung, serta gedung yang telah dipasang peledak sebelumnya.

“Investigasi ini menyimpulkan bahwa ISIS sengaja menanam peledak dan memposisikan penembak jitu untuk melukai warga,” kata Isler, dikutip Reuters.

Dia juga menambahkan pasukan koalisi bertanggungjawab atas serangan udara tersebut.


Lebih lanjut, Isler menuturkan penyelidikan menemukan bahwa residu  kimia yang tersisa di lokasi serangan udara tidak sesuai dengan residu bom milik AS, melainkan cocok dengan jejak kimia milik peledak yang kerap di gunakan pejuang ISIS.

Selain itu, Isler melanjutkan, jumlah bom yang dijatuhkan AS, tidak mampu menghancurkan gedung. Selain itu, bom dijatuhkan di depan gedung, sementara penyelidikan mengungkap bahwa pusat ledakan dan kerusakan terparah berada di bagian belakang bangunan.

Amnesty International menerima hasil penyelidikan AS namun menegaskan agar hal tersebut tidak terjadi lagi.

“Kami menyambut baik penyelidikan AS terhadap serangan udara Al Jadida, namun kami ingin mengetahui apakah ada pelajaran yang diambil dan langkah apa yang dilakukan untuk memastikan kengerian semacam itu tidak terjadi lagi," kata Amnesty International dalam sebuah pernyataan.

Investigasi tersebut merekomendasikan koalisi membuat sebuah tim yang didedikasikan untuk menilai korban sipil yang akan lebih cepat menyelidiki laporan kematian warga sipil.

Koalisi tersebut telah menyesuaikan taktik pengumpulan informasinya untuk mengidentifikasi di mana penduduk sipil berada, kata Isler.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER