Jakarta, CNN Indonesia -- Tiga negara Teluk, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Bahrain, membuat langkah mengejutkan dengan memutus hubungan diplomatik dan kekonsuleran negara dengan Qatar. Namun, langkah itu bisa jadi hanya merupakan pengejawantahan obsesi Arab Saudi mengalahkan Iran untuk jadi penguasa di Timur Tengah semata.
Saudi menyebut langkah yang belakangan diikuti oleh Mesir, Libya dan Maldewa itu dilakukan akibat keterlibatan Doha yang diduga mendukung terorisme dan Iran--musuh bebuyutan Riyadh.
Namun, Menurut Yon Machmudi, Ketua Penelitian dan Publikasi dari Pusat Studi Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia, perceraian Saudi Cs dengan Qatar dipengaruhi oleh obsesi Riyadh untuk menjadi yang terkuat di kawasan.
"Saudi ingin negara di Timur Tengah, terutama negara Teluk (GCC) memiliki arah yang sama dengan politik luar negerinya. Sementara Qatar dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan posisi yang lebih 'sulit diatur' dan bebas dibandingkan negara lain" kata Yon saat dihububungi
CNNIndonesia.com pada Selasa (6/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di sini lantas terorisme dipakai sebagai senjata untuk menertibkan negara yang tidak sehaluan dengan Saudi," ucapnya menambahkan.
Gejolak Qatar dan Saudi, tutur Yon, terlihat saat Riyadh memutus hubungan dengan Iran dan meminta negara lain melakukan hal yang serupa. Di saat negara Timur Tengah lain menjauh dari Iran, Qatar tak melakukannya. Doha masih menjalin hubungan diplomatik bahkan kerja sama ekonomi dengan Teheran.
Sebagai negara yang memiliki cadangan gas terbesar di kawasan, Qatar merupakan pemasok gas utama Iran. Kedua negara juga berbagi hak eksplorasi gas di wilayah bagian selatan Qatar yang dikenal North Field.
Yon mengatakan, dalam batasan tertentu Qatar juga mendukung pengayaan uranium di Iran, langkah yang dikecam negara lain karena disebut berhubungan dengan ambisi program nuklir Teheran.
"Kedekatan Qatar-Iran menjadi hal sensitif dan tidak disukai Saudi. Ini juga bisa menjadi salah satu pemicu [krisis diplomatik Qatar-negara Arab]," ujar Yon.
Kedekatan Doha-Teheran juga dianggap menjadi salah satu alasan negara bersengketa untuk menjauhi Qatar.
Sejauh ini, Saudi Cs mengaku perceraian dengan Qatar perlu dilakukan dengan dalih keamanan nasional, menuding Doha mendukung pemberontak dan teroris seperti ISIS, Al-Qaidah, hingga Ikhwanul Muslimin--gerakan Islam tertua di dunia.
Karena dekat dengan Iran, Qatar dinilai terlibat pula membiayai kelompok pemberontak Houthi yang berseteru dalam perang sipil di Yaman.
Yaman akhirnya ikut memutus hubungan diplomatik dengan Qatar. Selama ini, pemerintah Yaman mendapat banyak bantuan dari koalisi Saudi untuk memberangus pemberontak di negaranya.
[Gambas:Video CNN]Lebih DemokratisSelain itu, Qatar juga lebih demokratis dibandingkan negara lainnya di kawasan. Hal ini, bisa menjadi ancaman bagi pemerintahan monarki di Timur Tengah.
Yon menyebut, Qatar menjadi salah satu negara yang mampu tetap bersikap bebas dan independen di tengah perseteruan Saudi-Iran untuk memperebutkan kekuasaan di kawasan.
"Qatar tidak seluruhnya menolak atau menerima baik Saudi atau Iran. Beberapa tahun terakhir, Qatar menunjukkan posisi yang lebih independen dibandingkan negara lain. saya kira ini mengusik kenyamanan Saudi," ucapnya.
Hal itu, tutur Yon, terlihat dari sikap Qatar yang selama ini menjadi tempat suaka bagi para intelektual dan aktivis terlarang yang menurut beberapa rezim di Timur Tengah menganggu pemerintahan monarkinya.
"Dalam hal ini Mesir punya banyak kepentingan dengan Doha karena sejumlah oposisinya seperti Yusuf al-Qaradawi mendapat suaka dari Qatar," kata Yon.
"Qatar diminta mengembalikan dan menertibkan mereka [para aktivis dan oposisi] tapi tidak mau karena Doha tak memiliki aturan itu dalam konstitusinya," tuturnya menambahkan.
Dia mengatakan Qatar merupakan negara unik karena berbeda dengan negara lain di kawasan--seperti UAE--yang memiliki kewenangan dalam undang-undang untuk menertibkan oposisi pemerintah bahkan menganggap mereka sebagai teroris.
Karena itu, bagi Yon, tak aneh jika solidaritas negara di Timur Tengah rendah. Sebab, mereka saling bersaing untuk menjadi yang terkuat di kawasan.
"Secara ekonomi regional memang negara Timur Tengah solidaritas mereka rendah. Mereka lebih mengandalkan hubungan dengan negara di Eropa dan Asia. Negara besar berusaha pengaruhi hubungan negara lain di kawasan," katanya.