Diprotes Warga, Jepang Tetap Berlakukan UU Anti Teror

CNN Indonesia
Kamis, 15 Jun 2017 09:55 WIB
Jepang memberlakukan undang-undang anti-teror kendati protes berdatangan dari warga dan kritikus yang menganggap aturan itu melanggar hak privasi rakyat.
Jepang memberlakukan UU Antiterorisme kendati mendapatkan protes keras dari warga. (REUTERS/Toru Hanai)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jepang memberlakukan undang-undang anti-teror pada Kamis (15/6) kendati protes berdatangan dari warga dan kritikus yang menganggap peraturan tersebut melanggar hak privasi rakyat.

Majelis Tinggi Parlemen Jepang memberlakukan undang-undang tersebut setelah bersidang semalaman dan berdebat dengan oposisi yang mengajukan mosi tidak percaya terhadap kabinet Perdana Menteri Shinzo Abe serta kecaman kepada Menteri Kehakiman Katsutoshi Kaneda.

Bulan lalu, Majelis Rendah meloloskan RUU Anti teror tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adapun, peraturan baru itu memberi kekuasaan pada penyidik untuk mendakwa individu ataupun organisasi yang berkonspirasi melakukan terorisme atau kejahatan serius lainnya.


Namun, kelompok sayap kanan Jepang termasuk asosiasi pengacara nasional dan akademisi menolak RUU tersebut, mengatakan peraturan itu terlalu luas sehingga bisa disalahgunakan untuk menyadap warga yang tidak bersalah dan mengancam kebebasan privasi dan berekspresi yang dijamin dalam konsitusi.

Di sisi lain, pembisik data intelijen AS Edward Snowden dan Joseph Cannataci, pelapor khusus PBB, sama-sama mengkritik undang-undang tersebut.

Pemberlakuan UU itu juga memicu demonstrasi secara nasional.

Pemerintah berargumen bahwa undang-undang tersebut diperlukan untuk mencegah terorisme menjelang Olimpiade 2020 di Tokyo.

Pejabat juga mengatakan bahwa ini adalah prasyarat untuk menerapkan kesepakatan PBB melawan kejahatan terorganisir transnasional yang ditandatangani Jepang pada tahun 2000.

RUU itu direvisi beberapa kali selama bertahun-tahun karena versi sebelumnya mendapat perlawanan sengit dan tidak pernah berhasil melewati parlemen.


RUU terbaru itu mengurangi jumlah kejahatan yang ditargetkan menjadi sekitar 270 pelanggaran dan mempersempit definisi organisasi teroris dan kriminal.

Versi undang-undang sebelumnya menargetkan lebih dari 600 kejahatan yang tidak terkait dengan terorisme atau sindikat kejahatan.

Asosiasi pengacara Jepang berpendapat undang-undang saat ini masih memberi kepolisian dan penyelidik terlalu banyak kelonggaran dalam memutuskan apa yang merupakan organisasi kriminal.

Masyarakat umum dapat dituding melakukan konspirasi melalui pemantauan telepon dan percakapan online.

Beberapa media Jepang telah menyamakan undang-undang tersebut dengan undang-undang pemeliharaan ketertiban umum era Perang Dunia II dimana warga sipil ditangkap karena pelanggaran politik, menjalankan hak-hak buruh dan kegiatan anti-perang.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER