Tersiksa, Pengungsi Rohingya Cari Jalan Keluar Bangladesh

CNN Indonesia
Rabu, 21 Jun 2017 13:37 WIB
Para pengungsi Rohingya di Bangladesh berusaha mencari jalan keluar dari negara itu karena ketidakjelasan status dan kondisi tempat tinggal yang tidak layak.
Kondisi kamp pengungsian Rohingya di Cox's Bazar, Bangladesh, usai dilandai Badai Mora. (REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bangladesh, selama ini menjadi tempat pelarian dari kaum Rohingya  yang terpinggirkan dan kerap mendapat kekerasan di Myanmar. Namun kini para pengungsi Rohingya di Bangladesh justru berusaha mencari jalan untuk keluar dari negara itu.

Pasalnya, pemerintah Bangladesh terus menolak memberikan mereka status sebagai pengungsi, sehingga bangsa Rohingya tidak bisa mendapatkan pekerjaan di negara tersebut. Selain itu, kondisi kamp pengungsian mereka pun dalam keadaan yang sangat buruk.

Para pengungsi Rohingya ditempatkan di daerah yang dekat dengan pesisir sehingga mereka kerap terdampak badai, banjir bahkan tanah longsor.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemerintah Bangladesh pun tidak cepat tanggap saat pengungsi Rohingya menjadi korban bencana alam. Mereka merupakan pihak yang terakhir dievakuasi dan harus memperbaiki tempat tinggal mereka sendiri, tanpa atau hanya dengan sedikit bantuan dari otoritas setempat.


Alasan itulah yang membuat para pengungsi Rohingya rela membayar mahal agar bisa keluar dari Bangladesh, menuju Malaysia,  Thailand, ataupun negara lainnya.

“Banyak yang putus asa ingin keluar dari kamp pengungsian,” kata Ketua Komunitas Rohingya di Bangladesh, Mohammad Idris.

“Mereka yang punya uang atau perhiasan emas akan membayar penyelundup untuk mengeluarkan mereka dengan pesawat, dan mereka yang tidak punya uang akan mencoba jalan darat,” paparnya.

Di Bangladesh, kebanyakan pengungsi Rohingya tinggal di Cox’s Bazar, sebuah distrik di pesisir tenggara. Kamp pengungsian itu menampung nyaris 400 ribu warga Rohingya.

Selama bertahun-tahun, mereka yang ingin keluar dari Cox’s Bazar akan membayar penyelundup untuk mengeluarkan mereka menggunakan perahu.

Namun, rute penyelundupan itu telah ditutup pada 2015 ketika kuburan massal kaum Rohingya, yang tewas di laut, ditemukan di Thailand. Hal itu memicu kecaman komunitas internasional serta desakan untuk melakukan tindakan keras terhadap para penyelundup.


Kini jalur penyelundupan imigran berubah melalui udara dan darat, menggunakan pembayaran instan untuk beroperasi secara internasional.

Di sisi lain, keinginan kaum Rohingya untuk lepas dari Bangladesh semakin besar, terlebih setelah Dhaka mengumumkan akan memindahkan para pengungsi Rohingya ke sebuah pulau terpencil di Teluk Bengal.

Mohammad, pengungsi Rohingya tanpa dokumen resmi, menyebut harus membayar US$7000 untuk sampai ke Arab Saudi, tempat dia tinggal sekarang.

“Saya membayar seseorang untuk membuatkan paspor Bangladesh dan dokumen lain. Dia juga membantu saya lolos imigrasi,” kata Mohammad kepada AFP.

Sementara, pengungsi lain yang hanya punya sedikit uang memilih destinasi pelarian yang lebih dekat, seperti India, Nepal dan Pakistan. Ada juga yang terpaksa tinggal di daerah konflik seperti Kashmir. Mereka kabur dari Bangladesh menggunakan moda transportasi darat atau bahkan dengan berjalan kaki dan berbekal dokumen palsu yang disediakan penyelundup.

Jaringan penyelundupan dan perdagangan manusia di Bangladesh iti menyediakan paspor dan akta kelahiran bagi kaum Rohingya, yang bahkan tidak diakui di negaranya sendiri.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER