Jakarta, CNN Indonesia -- Seorang pria berusia 30 tahun tewas dalam protes menentang rencana Presiden Venezuela Nicolas Maduro untuk membentuk kongres baru lewat referendum akhir pekan ini.
Otoritas menyebut pria tersebut tewas di daerah pegunungan Merida. Protes tersebut adalah bagian dari aksi mogok bekerja selama dua hari yang dilancarkan untuk menentang pemimpin negara berhaluan sosialis itu.
Di Merida bagian barat, Rafael Vergara tewas ditembak saat tentara dan warga bersenjata berhadapan dengan demonstran, kata legislator oposisi setempat, Lawerence Castro, kepada
Reuters, Kamis (27/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kelompok pemerhati hak asasi manusia lokal, Penal Forum, menyatakan 50 orang ditangkap dan sejumlah legislator oposisi lain mengatakan setidaknya empat orang terkena tembakan.
Demonstran melakukan mogok masal 48 jam itu dengan memblokir jalan-jalan dengan barikade seadanya dan menutup pertokoan.
"Ini adalah satu-satunya cara untuk menunjukkan kami tidak mendukung Maduro. Mereka hanya segelintir orang, tapi mempunyai senjata dan duit untuk melawan," kata Cletsi Xavier, 45, yang membantu memblokir jalan masuk menuju jalan tol di Caracas menggunakan tali dan lembaran besi.
Oposisi memperkirakan sekitar 92 persen perusahaan dan pekerja turut serta dalam aksi tersebut, meski tidak menawarkan bukti. Secara keseluruhan, kelihatannya ada lebih sedikit orang yang berpartisipasi dibanding aksi mogok 24 jam pekan lalu ketika lima orang tewas dalam bentrokan.
Sejumlah perusahaan pemerintah, termasuk Petroleos de Venezuela SA (PDVSA), tetap buka dan beberapa perumahan kelas pekerja masih terlihat ramai. Namun, para pemuda terlibat bentrok dengan tentara yang menembakkan gas air mata di sejumlah tempat, termasuk Caracas.
Sanksi ASDi saat yang sama, pemerintahan Donald Trump menambah tekanan terhadap Maduro dengan menjatuhkan sanksi terhadap 13 pejabat Venezuela.
Lama bertentangan secara ideologis dengan Amerika Serikat, Amerika Serikat memutuskan untuk menghukum kepala polisi, direktur pemilu dan wakil presiden perusahaan minyak PDVSA atas korupsi dan pelanggaran HAM.
Saat ini, Venezuela masih selamat dari sanksi lebih luas yang bisa saja dijatuhkan Trump kepada industri minyaknya. Namun, tindakan itu kini sedang dipertimbangkan oleh AS.
Sejumlah pejabat AS mengatakan sanksi individu itu bertujuan untuk menunjukkan pada Maduro bahwa Washington akan merealisasikan ancaman "tindakan ekonomi kuat dan cepat" jika ia meneruskan rencana untuk menggelar referendum.
Sejumlah kritik menilai langkah itu akan memperkuat kediktatoran di negara OPEC yang kayak minyak tersebut.
Dengan membentuk kongres baru yang disebut Dewan Konstituen itu, Maduro akan mempunyai kewenangan untuk menulis ulang konstitusi dan melangkahi pemerintahan legislatif yang kini didominasi oleh oposisi.
Dia mengatakan langkah itu akan membawa kedamaian bagi Venezuela menyusul protes anti-pemerintah yang sudah berjalan selama empat bulan dan menewaskan lebih dari 100 orang.