Jakarta, CNN Indonesia -- Kekhawatiran Presiden Donald Trump tentang kebuntuan Amerika Serikat dalam perang di Afghanistan menyebabkan penundaan penerapan sejumlah strategi Gedung Putih di Asia Selatan.
Seorang perwira milier AS bahkan mengatakan, kebuntuan misi Washington di negara itu turut memperbesar pertimbangan Trump untuk memecat komandan militernya di Afghanistan.
Dalam pertemuan di Gedung Putih pada 19 Juli lalu, Trump menuntut penasihat keamanan nasionalnya memberikan informasi lebih banyak lagi soal mandeknya tentara AS melawan Taliban dan kelompok militan lainnya di Afghanistan, yang telah berlangsung selama 16 tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Imbasnya, Trump pun meminta Menteri Pertahanan James Mattis dan Kepala Staf Gabungan Militer Jenderal Joseph Dunford untuk mempertimbangkan pemecatan Jenderal Angkatan Darat John Nicholson, komandan pasukan AS di Afghanistan.
"Kami tidak menang," tutur seorang pejabat AS yang hadir dalam pertemuan itu, menirukan perkataan Trump kepada Mattis, Dunford, dan sejumlah pejabat senior lainnya, Rabu (3/8) waktu setempat.
Dalam pertemuan itu, Trump terus mengeluhkan lambatnya pergerakan militer AS di Afghanistan. Para pejabat senior yang hadir dalam rapat itu bahkan sempat tertegun dengan kritikan Trump yang menganggap militer membiarkan AS kalah dalam perang.
Saat rapat, kepala ahli strategi AS, Steve Bannon dan penasihat keamanan nasional H.R McMaster juga dikabarkan sempat beradu mulut soal arah kebijakan luar negeri AS.
Walaupun begitu, Mattis, McMaster, dan pejabat lainnya dalam ruangan itu berupaya membujuk Trump supaya mau menyetujui dan menandatangani strategi yang telah mereka usulkan.
Taliban masih menjadi ancaman keamanan bagi pemerintah dan rakyat Afghanistan. Kongres AS melaporkan sekitar 2,531 tentara Afghanistan tewas dan 4,238 tentara lainnya terluka selama empat bulan pertama tahun 2017 akibat serangan Taliban dan militan lainnya. Artinya, ada 20 tentara Afghanistan tewas setiap hari akibat berperang dengan kelompok tersebut.
Hal ini menjadikan alasan AS masih mengerahkan pasukannya di negara Asia Selatan itu. Saat ini, jumlah personel AS di Afghanistan mencapai 8,400 orang.
Meski AS sempat merampingkan pasukannya di Afghanistan pada 2011 lalu, dengan persetujuan Trump, Pentagon berencana mengirimkan sekitar 4,000 tentara tambahan ke negara itu, demi membantu memberangus Taliban.
Namun, nyatanya rencana itu pun mengalami penundaan.
"Penambahan pasukan sudah disetujui secara informal, namun belum dilaksanakan," ucap seorang pejabat menanggapi rencana pengerahan pasukan AS itu seperti dikutip
Reuters.Trump telah lama menganggap skeptis keterlibatan pasukan AS di negara asing. Dia bahkan tak berniat mengerahkan tentaranya ke negara-negara asing tanpa rencana dan tujuan jelas.
Trump bahkan berpendapat AS harus menuntut setidaknya US$1 triliun kepada pemerintah Afghanistan sebagai ganti rugi atas bantuan pasukannya selama ini.
Sementara itu, Gedung Putih enggan berkomentar mengenai pertemuan tersebut.