Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson membuka kemungkinan berunding dengan Korea Utara (Korut), terkait ketegangan yang dipicu serangkaian uji coba senjata nuklir di kawasan.
"Ketika kondisinya tepat maka kita bisa duduk dan berdialog seputar masa depan Korea Utara sehingga mereka bisa merasa aman dan sejahtera secara ekonomi," kata Tillerson dalam Forum Regional ASEAN di Manila, Filipina, Senin (7/8).
"Sinyal terbaik yang bisa diberikan Korea Utara bahwa mereka siap berdialog adalah dengan menghentikan peluncuran rudal-rudalnya."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Korea Utara selama ini menuding Amerika Serikat mengeskalasi ketegangan, dengan melakukan latihan militer dengan Korea Selatan. Kedua Korea secara teknis masih berperang karena konflik yang terjadi pada 1950 silam diakhiri dengan gencatan senjata 1953, bukan kesepakatan damai.
Belakangan, Korut terus melakukan uji coba peluru kendali dan nuklir meski telah dikecam oleh masyarakat internasional. Atas peluncuran rudal balistik antarbenua (ICBM) akhir Juli lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa pun kembali menjatuhkan sanksi untuk sekian kalinya.
Pyongyang mengecam tindakan tersebut. Menurut pemerintahan Kim Jong-un, hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran kedaulatan dan negara terisolasi itu bersumpah akan membalasnya.
Korut juga menyatakan tidak akan pernah menegosiasikan program nuklirnya, selama Amerika Serikat terus menerapkan kebijakan yang merugikannya. Demikian dilaporkan KCNA sebagaimana dikutip Reuters.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump dan Presiden Korsel Moon Jae-in lewat panggilan telepon sama-sama menyatakan akan terus bekerja sama dalam menghadapi Korut, terutama menjelang latihan bersama kedua negara yang rencananya digelar akhir bulan ini.
Menurut pemerintahan Korea Selatan, saat itu Moon juga mengatakan pintu dialog dengan Korea Utara masih harus terus dibuka, jika negara tersebut rela menghentikan program rudalnya.
Sementara itu, dalam pernyataan terpisah, Gedung Putih menyatakan kedua pemimpin negara "menegaskan bahwa Korea Utara memicu ancaman buruk yang terus berkembang" untuk sebagian besar negara di seluruh dunia.