Maute-Hapilon, Koalisi Teroris yang Ancam Sesama Militan

Riva Dessthania Suastha | CNN Indonesia
Senin, 16 Okt 2017 15:30 WIB
Koalisi Maute-Hapilon, dua pemimpin ISIS yang hari ini dinyatakan tewas di Marawi, dikenal berbahaya dan jadi ancaman bahkan bagi sesama militan.
ilustrasi pertempuran di Marawi. (Reuters/Romeo Ranoco)
Jakarta, CNN Indonesia -- Omar Maute dan Isnilon Hapilon, dua pemimpin militan terafiliasi ISIS yang tewas di Marawi pada Senin (16/10), dikenal sangat berbahaya dan menjadi salah satu ancaman terbesar bagi pemerintah Filipina.

Sejak akhir Mei lalu, militan yang mereka pimpin bertempur dengan militer dan menduduki sebagian besar Marawi. Serangan di kota itu dipicu oleh operasi penggerebekan Hapilon.

Pemimpin Abu Sayyaf sekaligus pemimpin ISIS Asia Tenggara itu meminta bantuan militan Maute, yang sama-sama berbaiat kepada kelompok tersebut, untuk menggempur lokasi tempatnya bersembunyi dari kejaran tentara, yakni di Marawi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Maute dan pemimpin militan Abu Sayyaf kemudian berkolaborasi untuk melawan tentara Filipina dan memasang tujuan baru: menjadikan Marawi sebagai basis ISIS di Asia Tenggara.

Sejak itu, koalisi Maute-Hapilon pun tak hanya dinilai menjadi ancaman bagi pemerintah tapi juga bagi sesama kelompok militan lain di Filipina seperti seperti Front Pembebasan Islamis Moro atau MILF.

Sebab, kerja sama kedua kelompok ini mampu menarik simpatisan dari organisasi militan lain untuk bergabung dengan mereka.
"Karena ada beberapa indikasi yang menunjukkan bahwa Maute-Hapilon berhasil mencuri pejuang dan simpatisan muda MILF yang kecewa akan pendirian kelompok mereka yang mulai berdamai dengan pemerintah," kata Geoffrey Hartman, seorang peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS) dalam artikel analisisnya.

Hartman mengatakan banyak pasukan dan simpatisan muda yang kecewa sejak MILF menyetujui kesepakatan damai dengan pemerintah pada 2014 lalu.

Perpecahan internal dan ikatan keluarga yang dekat antara kedua militan ini memperbesar peluang Maute untuk mendapat dukungan dari para anggota MILF.

Selain itu, kolaborasi Maute-Hapilon pun dianggap sebagai ancaman jangka panjang bagi pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte yang lebih berbahaya daripada militan-militan sebelumnya. Alasannya, propaganda koalisi ini dinilai bisa menyebar dengan sangat luas.
Mereka berhasil menggunakan sosial media dan branding ISIS untuk meningkatkan popularitas. Dengan embel-embel ISIS, koalisi jahat ini juga diprediksi mampu menarik lebih banyak paskan asing, khususnya para militan yang kembali ke negara asal mereka karena semakin terdesak di Timur Tengah.

Cap ISIS tersebut, tutur Hartman, juga mampu menarik sejumlah simpatisan muda di Asia Tenggara untuk bergabung dengan Maute.

"Maute secara umum juga mewakili gerakan ekstremisme generasi masa depan di Asia Tenggara, dengan jebolan para pemimpin yang terlatih di Mesir dan Yordania hingga jaringan luas di Timur Tengah dan kawasan lain," tutur Hartman.

(aal)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER