Jakarta, CNN Indonesia -- Irak meminta pemerintah Amerika Serikat menarik keputusannya mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel dan memanggil duta besar negara tersebut di Baghdad dalam rangka protes.
Kementerian Luar Negeri Irak menyatakan sudah memanggil duta besar AS di Baghdad dan akan memberinya memo protes terkait keputusan Trump.
"Kami memperingatkan akan akibat berbahaya dari keputusan ini terhadap stabilitas kawasan dan dunia," bunyi pernyataan pemerintah Irak yang dikutip
Reuters pada Kamis (7/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemerintah AS mesti menarik keputusan ini untuk menghentikan eskalasi berbahaya yang akan memicu ekstremisme dan menciptakan kondisi yang mendukung terorisme."
Presiden Donald Trump mematahkan kebijakan AS selama beberapa dekade terakhir dan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, mengganjal proses perdamaian Timur Tengah dan membuat marah dunia Arab serta sekutu Barat.
Irak yang mayoritas penduduknya menganut aliran Syiah adalah satu-satunya negara di kawasan yang berhubungan baik dengan Iran maupun Amerika Serikat, dua negara yang bertentangan.
Ulama Syiah tertinggi Irak Ayatollah Ali al-Sistani mengecam keputusan Trump dan meminta "Umat" atau negara-negara Islam, untuk bersatu merebut kembali Yerusalem.
"Keputusan ini dikecam dan disesalkan, ini menyakiti ratusan juta masyarakat Arab dan Muslim," bunyi pernyataan kantornya.
[Gambas:Video CNN]"Namun, keputusan ini tidak akan mengubah kenyataan bahwa Yerusalem adalah tanah jajahan yang mesti dikembalikan kepada kedaulatan pemililiknya, Palestina, tak peduli sampai kapanpun."
Puluhan warga Irak menggelar protes akan keputusan kontroversial Trump di Baghdad, membawa spanduk bertulis "Yerusalem adalah Arab" dan bersumpah akan kembali menggelar aksi serupa dengan massa yang lebih banyak, usai salat Jumat.
Kelompok bersenjata Irak, Harakat Hizbullah al-Nujaba, menyatakan keputusan Trump ini akan menjadi "alasan sah" untuk menyerang pasukan AS di Irak.
"Keputusan bodoh Trump menjadikan Yerusalem ibu kota Zionis akan jadi pemicu besar untuk mengusir entitas ini dari tubuh negara Islam, dan alasan sah untuk mengincar pasukan Amerika," kata pemimpin kelompok yang disokong Iran itu, Akram al-Kaabi.
Amerika Serikat memimpin koalisi internasional membantu Irak memerangi ISIS dan memberikan bantuan lewat angkatan udara maupun darat. Negara itu mempunyai lebih dari 5.000 pasukan di Irak.
Nujaba, yang mempunyai sekitar 10 ribu pasukan, adalah salah satu kelompok bersenjata di Irak. Meski terdiri dari warga setempat, kelompok ini loyal kepada Iran dan membantu Tehran membuat jalur pasokan melalui Irak ke Damascus.
Mereka berperang di bawah naungan Pasukan Mobilisasi Populer, koalisi yang didominasi warga Iran dan berperang penting dalam perang melawan ISIS. Koalisi ini secara resmi bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri Haider al-Abadi.
(aal)