Jakarta, CNN Indonesia -- Di sebagian besar belahan dunia, menarik sedikit uang dari bank adalah kegiatan sehari-hari yang mudah terlupakan. Namun bagi jutaan orang di
Venezuela, hal ini sangatlah rumit, membosankan, tidak masuk di akal, hingga tak mungkin dilakukan. Hal ini terjadi sejak
krisis ekonomi menjerat negeri di Amerika Latin itu.
Stefano Pozzebon menuliskan pengalaman mencengangkannya saat mencoba menarik uang tunai yang berakhir memakan waktu empat jam serta empat cabang bank berbeda di
CNN Money.
Stefano Pozzebon adalah seorang jurnalis lepas yang tinggal di Venezuela sejak satu setengah tahun lalu untuk meliput krisis ekonomi. Meski tau betapa buruknya keadaan disana, Pozzebon tidak pernah membayangkan perjuangan berat yang dilalui penduduk setiap harinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terlilit hutang, harga-harga di Venezuela meroket dan mata uang bolivar kehilangan nilainya. Pasar dan bank menjadi sumber kebingungan dan kekacauan. Pelanggan mengantre panjang dan beberapa bank hanya mengizinkan transaksi elektronik tanpa uang tunai.
Menurut para ahli, inflasi tahun lalu mencapai 4.000%. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan untuk tahun 2018 inflasi di Venezuela mencapai 13 ribu persen!
Saat Pozzebon menulis artikelnya, satu dolar berharga sekitar 199.000 bolivar, mata uang Venezuela. Angka diambil dari nilai tukar pasar gelap yang digunakan secara luas. Nilai tukar resmi yang terlalu tinggi tidak lagi dipercayai setelah pemerintah kehilangan kredibilitasnya.
Setahun lalu, satu dolar masih dapat ditukar dengan 3.100 bolivar. Bolivar kehilangan 98% dari nilainya sejak saat itu.
Menurut sebuah pernyataan resmi, otoritas perbankan Venezuela setiap bulan menentukan jumlah uang yang dapat ditarik dari bank. Jumlah ini tidak dipublikasikan.
Seberapa sulit mendapatkan bolivar senilai satu dolar itu? Stefano Pozzebon telah mencobanya, dan gagal.
Bank Pertama, 'Minimal Satu Jam' MenungguStefano Pozzebon tiba di bank pertama pukul 9:30 pagi. Lima ATM yang sepi menandakan habisnya uang disana. Satu-satunya pilihan adalah menarik uang langsung dari konter bank. 21 orang telah berada dalam antrean dan hanya satu kasir yang bertugas.
"Minimal menunggu disini satu jam," kata pria di akhir antrean tersebut saat Pozzebon berjalan mendekat.
Kahirnya dia memutuskan untuk mencoba keberuntungan di tempat lain.
Bank Kedua, 'Ini Tidak Masuk Akal!'Stefano Pozzebon berjalan beberapa blok menuju bank kedua. Hal ini mudah dilakukan karena dirinya berada di kota terbesar Venezuela, Caracas. Keadaan akan lebih sulit jika Pozzabon berada di daerah pedesaan.
 Foto: AFP PHOTO / JUAN BARRETO |
Di bank kedua, meski jam belum menunjukkan pukul 10 pagi, semua ATM sudah kehabisan uang. Dengan hanya 10 orang yang mengantre, Pozzebon memutuskan untuk ikut masuk barisan.
Pozzebon bertemu seorang lelaki bernama Gustavo Vasquez dalam antrean tersebut. Vasquez hanya membutuhkan 30.000 bolivar (sekitar 18 sen) untuk tas CLAP. Tas CLAP adalah sekantong makanan dan peralatan mandi dari pemerintah untuk rakyat miskin Venezuela setiap bulannya dengan harga subsidi.
Belakangan ini tas CLAP menjadi kecil serta sering tertunda karena semakin banyak warga Venezuela yang menjadi miskin. Pemerintah juga kehabisan uang untuk mengimpor barang-barang penting.
Meski sekarang bergantung pada bantuan makanan, hidup Vasquez dulunya berbeda. Sebelum inflasi, Vasquez memiliki pekerjaan tetap dan hidup tenang di rumahnya. Program pemerintah seperti CLAP sekarang menjadi penyambung hidupnya dan keluarga.
Kritikus berpendapat bahwa CLAP digunakan sebagai senjata politik oleh Maduro untuk memaksa orang mendukung dirinya. Tetapi etika politik dari bantuan tersebut tak dipikirkan Vasquez. Dia hanya ingin menarik uang untuk membelinya dan makan.
"Disini, mereka hanya mengizinkan [kamu] mengambil 5.000 per hari," kata Vasquez. "Saya harus bagaimana? Buka rekening di enam bank yang berbeda? Ini omong kosong!"
Saat tiba di depan konter, Pozzebon tidak dapat menggunakan kartu debitnya dan harus memperlihatkan cek untuk menarik uang. Dengan perasaan kesal dia meninggalkan bank kedua tersebut serta dua bank lainnya. Akhirnya dia menyerah dan pulang mengambil buku cek miliknya.
Menunggu empat jam untuk mendapatkan 6 sen. Menghabiskan semuanya di satu tempat.
Kembali ke bank pertama, Pozzebon menunggu satu jam lagi hingga akhirnya sampai ke depan antrean. Semua orang dalam antrean terlihat diam dan tenang, seolah terpaksa menerima situasi ini.
Kemarahan sosial pecah tahun lalu di Venezuela saat ratusan ribu orang turun ke jalanan Caracas selama lebih dari 90 hari memprotes pengubahan konstitusi untuk pemilihan umum dah bantuan kemanusiaan. Protes tersebut dihentkan pasukan pemerintah serta lebih dari 120 orang meninggal dunia.
Situasi ekonomi sekarang yang sangat buruk membuat rata-rata penduduk Venezuela terlalu sibuk berebut uang dan makanan untuk turun ke jalanan lagi.
Pukul 1:23 siang, Pozzabon akhirnya menerima uang tunai 10.000 bolivar (sekitar 6 sen) hasil perjuangannya.
Kasir Yarmira de Motos mengatakan manajer bank setiap paginya menetapkan jumlah yang bisa ditarik pelanggan sesuai banyak uang yang dikirim Bank Pusat Venezuela.
Karena itu beberapa bank mungkin dapat mengizinkan penarikan 5.000, 10.000 hingga 30.000 bolivar per hari.
Dengan 10.000 bolivar miliknya, Pozzabon bertemu seorang teman untuk minum kopi. Cappuccino yang dibelinya berharga 35.000 bolivar.
(nat)