Jakarta, CNN Indonesia -- Myanmar dilaporkan sudah memberikan lampu hijau bagi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk berkunjung ke negaranya, meski belum ada kepastian izin masuk ke Rakhine, di mana konflik Rohingya berpusat.
Duta Besar Peru, Gustavo Meza-Cuadra, sebagai presiden DK PBB mengatakan bahwa rincian kunjungan itu belum final. Namun, DK PBB sangat berharap Myanmar mengizinkan tim mereka masuk ke Rakhine.
"Jelas, kami sangat tertarik dengan negara bagian Rakhine. Tak ada yang lebih baik dari sebuah lawatan ke lapangan untuk melihat yang sebenarnya terjadi," ujar Meza-Cuadra, sebagaimana dikutip
AFP, Senin (2/4).
Meza-Cuadra mengatakan bahwa DK PBB sudah mengajukan usulan kunjungan ini sejak Februari lalu. Namun, saat itu, Myanmar menyatakan bahwa "ini bukan saat yang tepat."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah mendapatkan lampu hijau, Meza-Cuadra bersama perwakilan Inggris, Kuwait, dan Peru langsung merencanakan lawatan tersebut, yang akan mencakup kunjungan ke kamp pengungsi Rohingya di Cox's Bazar, Bangaldesh.
Hingga kini, hampir 700 ribu Rohingya mengungsi ke Bangladesh untuk menghindari kekerasan militer Myanmar di Rakhine.
Bentrokan di Rakhine kembali pecah pada Agustus lalu, setelah kelompok bersenjata Pasukan Penyelamat Rohingya Arakan (ARSA) menyerang sejumlah pos polisi dan satu pangkalan militer di negara bagian itu.
Militer Myanmar kemudian melakukan operasi pembersihan tanah Rakhine dari ARSA. Namun, militer dilaporkan malah menyerang sipil Rohingya, bahkan membakar rumah-rumah mereka.
Kini, Myanmar mengklaim bahwa bentrokan di Rakhine sudah reda. Mereka pun menyepakati perjanjian pemulangan pengungsi Rohingya dari Bangladesh.
Namun, sampai saat ini proses pemulangan itu masih tersendat karena persyaratan yang terlalu rumit. Selain itu, para Rohingya juga enggan kembali ke Rakhine jika rumah mereka belum diperbaiki dan tidak ada jaminan keselamatan.
Sementara itu, pemerintah Myanmar dilaporkan sudah membangun fasilitas militer di atas lahan Rohingya yang dibakar.
Myanmar bahkan dilaporkan memerintahkan puluhan keluarga Bangladesh yang mayoritas Buddha dan Kristen untuk menyeberangi perbatasan dan menempati lahan bekas Rohingya.
(has)