Jakarta, CNN Indonesia -- Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) menganggap faktor kesetaraan hingga teknologi seperti media sosial mendorong meningkatnya ketertarikan perempuan untuk 'jihad' dalam aksi terorisme.
Penelitan IPAC berjudul 'Mothers to Bombers: The Evolution of Indonesian Women Extremists' pada awal 2017 lalu menilai keterlibatan perempuan dalam terorisme tak lagi semata-mata karena paksaan oleh teroris pria. Namun, karena kemauan sendiri yang ingin diakui sebagai pejuang.
Lembaga itu menyatakan keinginan tersebut semakin dipermudah dengan bantuan kecanggihan teknologi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
IPAC menganggap kemunculan Internet terutama media sosial seperti semakin mempermudah kaum perempuan mendapatkan informasi, termasuk berkomunikasi dengan para penganut pandangan radikal.
"Ketertarikan perempuan Indonesia untuk mengatur komunitas di media sosial, mendirikan badan amal, dan menyediakan berbagai bantuan logistik untuk gerakan pro-ISIS menunjukkan bahwa bukan hanya karena peran laki-laki yang kerap memanfaatkan mereka, tapi juga karena perempuan tersebut yang juga ingin diakui pejuang," tulis IPAC dalam laporan yang diakses CNNIndonesia.com, Senin (14/5).
Terorisme pun dinilai seakan tak lagi memandang gender. Peran perempuan semakin dipertimbangkan dalam aktivitas terorisme.
Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah perempuan yang diduga bahkan telah dinyatakan terlibat serangan teror di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.
Pada Desember 2016, kepolisian Indonesia menangkap setidaknya empat wanita karena diduga merencanakan teror bom bunuh diri, memfasilitasi pejuang ISIS untuk pergi ke Suriah dan Irak, hingga membantu suaminya yang juga merakit bahan peledak.
Di tahun yang sama, dua istri pejuang Mujahidin Indonesia Timur (MIT) juga ditangkap karena ikut membantu propaganda suami mereka.
Yang terbaru, serangkaian teror yang menyerang Kota Surabaya pada Minggu (13/5) diduga melibatkan satu keluarga, yakni pasangan suami-istri. Tiga gereja diserang dalam waktu yang berdekatan pada hari itu.
Sebelumnya, penyerangan di Mako Brimob pun diduga melibatkan perempuan.
Memperbesar Ruang TerorisIPAC mengatakan kemunculan Internet dan pesan instan memperbesar ruang teroris untuk merekrut anggotanya. Dengan pesan instan, perekrutan teroris tak lagi mengandalkan hubungan keluarga atau kerabat dan kegiatan keagamaan seperti pesantren.
Dengan bantuan teknologi pesan instan, perempuan juga semakin mudah bergabung dengan 'forum teroris'.
"Perempuan bisa ikut berperan dalam forum percakapan instan radikal kapan saja, bertemu dengan pejuang teroris lainnya, mempelajari propaganda ISIS, dan menemukan rekan yang memiliki pandangan yang sama soal jihad," demikian IPAC.
(asa)