Lima Tantangan Bayangi Pemenang Pemilu Pakistan

AFP | CNN Indonesia
Rabu, 25 Jul 2018 16:02 WIB
Kandidat perdana menteri Pakistan bertarung dalam pemilu, Rabu (25/7). Siapapun pemenangnya, pemerintahan Pakistan langsung menghadapi lima tantangan besar.
Kandidat perdana menteri Pakistan bertarung dalam pemilu, Rabu (25/7). Siapapun pemenangnya, pemerintahan Pakistan langsung menghadapi lima tantangan besar. (Reuters/Athit Perawongmetha)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tiga kandidat perdana menteri Pakistan bertarung dalam pemilihan umum hari ini, Rabu (25/7). Siapapun pemenangnya, pemerintahan Pakistan harus langsung berjuang menghadapi lima tantangan besar.

AFP merinci daftar tersebut mulai dari ekstremisme hingga perekonomian yang diperkeruh dengan persaingan kepemimpinan sipil dan militer.

Ekstremisme

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keamanan Pakistan berangsur baik setelah sejumlah kelompok militan berhasil ditumpas dalam beberapa tahun terakhir.

Namun, analis memperingatkan bahwa jika Pakistan tidak mengatasi akar masalah ekstremisme, militan masih tetap bisa menggencarkan serangan spektakuler.
Bayang Lima Tantangan bagi Pemenang Pemilu PakistanSalah satu serangan militan di gereja Pakistan pada Desember 2017. (AFP Photo/A. Calvin)
Peringatan itu terbukti ketika serangkaian pengeboman terjadi di beberapa acara politik selama musim kampanye, menewaskan lebih dari 180 orang.

Pengamat pun mengingatkan bahwa para militan dapat menyatukan kembali kekuatan mereka, membalas kekalahan selama beberapa tahun belakangan.

Ekonomi

Pemerintah Pakistan juga harus menghadapi kekhawatiran akan krisis neraca pembayaran. Sejumlah spekulasi menyebutkan Pakistan bahkan harus menerima bantuan kedua dalam lima tahun dari International Monetary Fund (IMF).

Bank pusat Pakistan tengah kelabakan karena cadangan devisa yang menipis dan penurunan nilai rupee, termasuk kemerosotan lima persen pada bulan ini.

Sangat bergantung pada impor, Pakistan menghabiskan sebagian besar uangnya untuk pembangunan proyek infrastruktur yang didukung China di bawah paket investasi miliaran dolar Beijing.
Ketentuan dari proyek itu tidak jelas, menimbulkan kekhawatiran akan kemampuan Pakistan untuk membayarnya.

Tak hanya itu, perekonomian Pakistan juga semakin terpuruk akibat kenaikan harga minyak dunia.

Sementara itu, penghasilan dari ekspor semakin susut seiring harga tekstil yang terbanting produk lebih murah dari para kompetitor di kawasan, termasuk China.

Bulan lalu, lembaga survei Fitch pun mengingatkan siapapun pemenang pemilu untuk segera bergerak di tengah "waktu yang sempit."

Pertumbuhan populasi

Tanpa program keluarga berencana, Pakistan menjadi salah satu negara dengan tingkat kelahiran tertinggi di Asia. Data pemerintah menunjukkan bahwa rata-rata satu perempuan Pakistan memiliki sekitar tiga anak.

Masalah kian rumit karena di Pakistan, membicarakan alat kontrasepsi adalah hal yang dianggap tabu.
Populasi Pakistan pun kini mencapai 207 orang, melejit hingga lima kali lipat dari 1960.

Para ahli memperingatkan bahwa pertumbuhan popilasi ini bisa berdampak buruk pada perekonomian dan proses perkembangan sosial di Pakistan.

Lebih jauh, sumber daya alam Pakistan yang terbatas juga dikhawatirkan tak dapat memenuhi kebutuhan pokok rakyat, termasuk air untuk minum.

Kekurangan air

Kini, Pakistan memang dianggap sedang berada di ujung tanduk bencana ekologi jika pemerintah tidak segera mengatasi masalah kekurangan air.

Perkiraan PBB menunjukkan bahwa pada 2025 Pakistan akan menghadapi "kelangkaan absolut" air dengan kurang dari 500 kubik meter untuk setiap orang.
Bayang Lima Tantangan bagi Pemenang Pemilu PakistanSeorang warga menikmati air bersih di tengah gelombang panas Pakistan. (Reuters/Akhtar Soomro)
Pakistan memang memiliki gletser dari Himalaya, sungai, hujan dan banjir akibat muson, tapi hanya ada tiga waduk utama. Akibatnya, kelebihan air akan langsung terbuang.

Inisiatif politik untuk membangun infrastruktur yang memadai pun akan menjadi salah satu hal paling penting.

Hubungan sipil-militer

Hampir setengah sejarah Pakistan selama 71 tahun merdeka berada di bawah kekangan militer. Ketidakseimbangan kekuatan antara pemerintah sipil dan pasukan bersenjata pun sudah menjadi penghalang demokrasi sejak lama.

Harapan mulai muncul pada 2013, ketika Pakistan untuk pertama kalinya menyaksikan transisi kekuasaan dari satu pemerintahan yang terpilih secara demokratis ke tangan penguasa selanjutnya.

Namun sejak saat itu, para ahli memperingatkan "kudeta perlahan" yang dipicu oleh ketegangan antara para jenderal dengan Nawaz Sharif.
Selama ini, mantan perdana menteri yang kembali bertarung dalam pemilu ini selalu memperjuangkan supremasi rakyat dan perbaikan hubungan dengan India.

Dilengserkan pada 2017 dan ditahan atas tuduhan korupsi awal bulan ini, Sharif mengatakan bahwa ia menjadi target militer.

Aktivis dan sejumlah jurnalis senior juga menuding militer mencoba menanam pemerintah sipil yang mudah diatur di tengah tekanan politik dan media. Namun, militer membantah tuduhan tersebut.

Tantangan ini pun dianggap sebagai yang paling besar bagi pemenang pemilu kali ini. (has)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER