Jakarta, CNN Indonesia --
Australia dianggap ingin bermain aman ketika mengumumkan pengakuan
Yerusalem Barat sebagai ibu kota
Israel pada Sabtu (15/12).
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan bahwa sikap main aman ini terlihat dari cara Australia mengakui Yerusalem Barat, bukan Yerusalem Timur.
"Ya kalau menurut saya Australia bermain aman karena tempat suci untuk tiga agama kan di Yerusalem Timur, sementara kalau Yerusalem Barat memang banyak negara-negara Barat mengakui sebagai wilayah yang berada di bawah Israel," kata Hikmahanto kepada
CNNIndonesia.com.
Namun menurut Hikmahanto, permasalahan dari sikap Australia ini bukan semata letak Yerusalem Barat atau Yerusalem Timur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Isunya adalah Israel menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota negaranya yang sebelumnya adalah Tel Aviv," tutur Hikmahanto.
"Dan agar mendapat pengakuan, maka mereka meminta agar negara-negara yang memiliki perwakilan memindahkan kedubesnya sehingga ada pengakuan bahwa Yerusalem, terlepas dari Barat atau Timur, diakui oleh negara-negara sebagai Ibu Kota Israel."
Senada dengan Hikmahanto, pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, juga mengatakan bahwa Australia hanya mencoba melakukan pengaburan lokasi.
"Australia mencoba melakukan pengaburan lokasi karena lokasi Yerusalem Barat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Yerusalem," ucapnya kepada
CNNIndonesia.com.
Masalah seberapa besar dampak dari pengakuan Australia ini, Teuku menganggap semuanya berada di tangan masyarakat dunia.
"Apakah berdampak atau tidak, tergantung pada kepiawaian Australia dan masyarakat dunia untuk membuktikan terlanggar tidaknya batas-batas wilayah yang dijelaskan dalam Resolusi PBB, yaitu UNSC Resolution 478, tanggal 20 Agustus 1980 dan UN General Assembly Resolution ES-10/L.22 tanggal 21 Desember 2017," katanya.
Perdana Menteri Scott Morrison pertama kali mengutarakan pertimbangan negaranya untuk merelokasi kedubes Australia untuk Israel ke Yerusalem pada Oktober lalu.
Kala itu, Morrison mengatakan bahwa pertimbangan ini muncul karena proses perdamaian antara Israel dan Palestina tak kunjung usai, dengan salah satu isu utama perebutan Yerusalem sebagai ibu kota.
Pernyataan Morrison ini menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk Indonesia. Sebagai pendukung Palestina, Indonesia menentang keras rencana Australia tersebut karena dianggap semakin mengancam prospek perdamaian Israel-Palestina.
[Gambas:Video CNN]Selain itu, Jakarta menilai langkah kontroversial yang terinspirasi dari Amerika Serikat itu melanggar hukum internasional.
Tak lama setelah rencana kontroversial itu diumumkan Morrison, Indonesia langsung menerbitkan pernyataan kecaman hingga memanggil duta besar Australia di Jakarta.
Indonesia bahkan mengancam rencana Negeri Kangguru itu bisa mempengaruhi proses penyelesaian perjanjian perdagangan bernilai US$11,4 miliar (sekitar Rp17,3 triliun) dengan Australia.