Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah
Malaysia dan
Singapura mengakhiri
sengketa ruang udara dan perairan dengan kesepakatan. Perjanjian itu disetujui kedua belah pihak pada Jumat (5/4) pekan lalu.
Seperti dilansir
Channel NewsAsia, Senin (8/4), perjanjian itu diteken oleh Menteri Perhubungan Malaysia, Anthony Loke, dan Menteri Perhubungan Singapura, Khaw Boon Wan. Singapura menyatakan akan berhenti menerapkan jalur pendaratan menuju Bandara Seletar dengan melalui wilayah udara Johor.
Sedangkan Malaysia memutuskan tidak lagi memajukan garis batas pelabuhan mereka di perairan Tuas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedua menteri perhubungan menyambut baik langkah positif ini dan berharap akan saling menguatkan kerja sama bilateral di masa mendatang," demikian isi pernyataan bersama kedua menteri itu.
Perjanjian ini juga menjadi dasar untuk maskapai berbiaya rendah asal Malaysia, FireFly, kembali melanjutkan penerbangan ke Singapura. Mereka sempat menghentikan penerbangan pada Desember 2018 karena permohonan untuk memindahkan basis operasi dari Bandara Changi ke Bandara Seletar ditolak Badan Penerbangan Malaysia.
Sengketa ini berawal dari niat Malaysia pada 2018 yang hendak mengambil alih kendali ruang udara yang dikenal Kuala Lumpur Flight Information Region di sebelah selatan Negara Bagian Johor dari Singapura. Sebab, selama ini pengelolaan ruang udara itu dilimpahkan ke Negeri Singa dan disetujui Organisasi Penerbangan Sipil Dunia (ICAO) pada 1973.
Malaysia juga memajukan batas pelabuhan di Perairan Tuas. Sejumlah kapal Malaysia juga menerobos wilayah perairan Singapura yang membuat hubungan kedua negara menjadi panas.
Singapura lantas memutuskan mengubah prosedur terbang dan mendarat di Bandara Seletar, sehingga sejumlah pesawat harus melintas di langit Johor. Hal itu memicu protes dari Malaysia.
(ayp)