Jakarta, CNN Indonesia -- Sekitar 54 penambang diduga meninggal saat
tambang batu giok di Kota Hpakant, Negara Bagian Kachin,
Myanmar longsor. Mereka diduga terjebak karena saat kejadian tengah tertidur.
Seperti dilansir
AFP, Rabu (24/4), tambang itu longsor dan tertimbun lumpur. Selain penambang, 40 kendaraan juga terkubur.
"Sekitar 54 penambang hilang tertimbun lumpur. Sepertinya sulit mereka bisa selamat," kata seorang polisi yang enggan ditulis namanya.
Sampai saat ini tim penyelamat baru bisa mengevakuasi dua jenazah. Menurut Kementerian Penerangan, tambang itu dikelola oleh dua perusahaan, yaitu Myanmar Thura Gems dan Shwe Nagar Koe Kaung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kegiatan penambangan itu membuat muka wilayah di Hpakant menjadi rusak. Lubang-lubang tambang ditinggalkan begitu saja yang membahayakan penduduk setempat.
Warga setempat kerap tewas tertimbun longsor saat nekat mencari sisa-sisa barang tambang yang ditinggalkan perusahaan. Mereka melakukan itu karena terlilit kemiskinan.
Pada November 2015 juga terjadi longsor besar-besaran di tambang itu, mengakibatkan lebih dari 100 orang meninggal. Pada Juli 2018, tambang kembali longsor dan menewaskan 23 penambang.
Kejadian yang berulang itu disebabkan lemahnya pengawasan dan tingkat keselamatan penambangan yang rendah, serta aparat yang korup.
Batu giok itu paling banyak dipasarkan ke China, dengan nilai mencapai puluhan juta dolar. Di wilayah itu juga terdapat tambang emas, batu ambar (katilayu) dan pembalakan kayu.
Karena hal itu juga etnis Kachin yang bermukim di wilayah itu memberontak kepada pemerintah Myanmar untuk menguasai tambang.
Gencatan senjata antara keduanya berakhir pada 2011, dan konflik terus terjadi secara sporadis sampai saat ini. Akibatnya diperkirakan lebih dari 100 ribu penduduk sipil mengungsi.
Sejak terpilih pada pemilihan umum 2016 lalu, Aung San Suu Kyi berjanji untuk berdamai dengan para pemberontak. Namun, upaya itu sampai saat ini belum berhasil.
(ayp)