Jakarta, CNN Indonesia -- Perdana Menteri
Libanon Saad al-Hariri menegaskan pemerintahan dan parlemennya menolak rencana
perdamaian Israel-Palestina gagasan Amerika Serikat.
"Pemerintah dan parlemen menentang rencana ini dan konstitusi kami melarang naturalisasi," kata Hariri pada Kamis (27/6), seperti dikutip kantor berita Libanon,
Nasional News Agency.
Senada dengan Hariri, Ketua Parlemen Libanon Nabih Berri menentang keras inisiatif AS itu. Ia mengatakan "siapa pun yang berpikir bisa meminta Libanon mengubah prinsipnya dengan uang miliaran dolar" adalah salah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan itu diutarakan Hariri dan Berri setelah Amerika Serikat mengungkap tahap pertama rencana perdamaiannya dalam konferensi di Manama, Bahrain awal pekan ini.
Konferensi tingkat tinggi yang digagas AS itu dihadiri sejumlah pihak terkait, termasuk pemimpin sejumlah negara Arab seperti Arab Saudi, Israel, Mesir, Bahrain, dan Uni Emirat Arab.
Libanon turut diundang dalam konferensi tersebut, namun tidak mengirimkan delegasinya. Selain pejabat negara, konferensi itu juga dihadiri oleh pengusaha-pengusaha negara terkait.
Penasihat sekaligus menantu Presiden Donald Trump, Jared Kushner, untuk pertama kalinya mengungkapkan proposal perdamaian AS tersebut.
Dalam rencananya itu, AS berencana menggalang dana investasi sebesar US$50 miliar atau Rp708 triliun bagi Palestina dan negara-negara tetangganya untuk menggenjot perekonomian di kawasan.
Gedung Putih menuturkan penggalangan dana investasi puluhan miliar dolar itu akan dilakukan selama satu dekade ke depan.
Dikutip dari Reuters, Libanon mendapat US$6 miliar dari total dana investasi itu. Sebagian besar warga Libanon menganggap dana itu merupakan bentuk insentif yang diberikan agar pemerintah mau menjadikan pemukiman para pengungsi Palestina di negara itu permanen.
Berdasarkan data Badan Perserikatan Banga-Bangsa untuk urusan pengungsi Palestina (UNRWA), sebanyak 450 ribu pengungsi Palestina tinggal di Libanon.
Ratusan pengungsi itu tinggal di belasan kamp penampungan sejak 1948 lalu, ketika Israel menduduki sebagian wilayah Palestina.
[Gambas:Video CNN] (rds/stu)