Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden
Donald Trump mengatakan bahwa
Amerika Serikat "tidak perlu terburu-buru" meredam ketegangan dengan
Iran yang dikhawatirkan bisa memicu konflik antara kedua negara.
"Kami punya banyak waktu. Tidak perlu terburu-buru. Mereka (Iran) dapat menggunakan waktu mereka. Sama sekali tidak ada tekanan waktu," ujar Trump menkelang KTT G20 di Osaka, Jepang, seperti dikutip
AFP, Jumat (28/6).
"Mudah-mudahan pada akhirnya ini akan berhasil. Jika ini berhasil, bagus. Jika tidak berhasil, Anda akan mendengarnya."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketegangan Washington-Teheran saat ini sebenarnya kian buruk, terutama setelah insiden Iran menembak jatuh pesawat nirawak AS dan penerapan sanksi baru oleh Gedung Putih terhadap negara di Timur Tengah itu pada awal pekan ini.
Namun, pernyataan Trump tersebut bernada lebih damai dari retorika-retorikanya terdahulu tentang Iran. Pada Rabu (26/6), Trump menganggap jika AS terlibat konflik dengan Iran, perseteruan itu "tidak akan bertahan lama."
Pernyataan itu segera ditepis Teheran. Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javid Zarif mengatakan "perang singkat dengan Iran adalah sebuah ilusi."
Meski tak berniat perang, Presiden Iran Hassan Rouhani menegaskan negaranya tidak takut dengan AS, terutama setelah Negeri Paman Sam kembali menjatuhkan sanksi baru bagi Teheran.
Sanksi baru itu menargetkan sumber keuangan petinggi Iran, termasuk Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.
[Gambas:Video CNN]Rouhani bahkan kembali menyebut AS idiot atau memiliki "keterbelakangan mental". Ia menganggap penjatuhan sanksi baru itu sebagai bentuk keputusasaan pemerintahan Trump.
"Tindakan Gedung Putih itu memperlihatkan AS mengalami keterbelakangan mental. Strategi kesabaran Iran tidak berarti kami takut," kata Rouhani dalam pidatonya yang disiarkan langsung di televisi nasional.
Ketegangan antara AS dan Iran sendiri mulai meningkat sejak Rouhani mengancam bakal melanjutkan pengayaan uranium, salah satu poin penting dalam kesepakatan nuklir.
Rouhani mengancam akan melanjutkan pengayaan uranium jika negara Eropa yang tergabung dalam perjanjian nuklir 2015 atau JCPOA itu tidak membela Teheran dari sanksi AS.
(rds/has)