Jakarta, CNN Indonesia -- Sebanyak tujuh orang tewas sedangkan 200 lainnya luka-luka dalam aksi demonstrasi besar-besaran di
Sudan yang berakhir bentrok dengan aparat keamanan pada Minggu (30/6) kemarin. Unjuk rasa itu menjadi aksi protes terbesar sejak awal Juni yang menewaskan 128 orang.
Menurut laporan Wakil Menteri Kesehatan Sudan, Soliman Abdel-Gabar, setidaknya ada tujuh orang tewas dan 181 lainnya terluka dalam bentrokan itu. Menurut dia 27 korban di antaranya mengalami luka tembak.
Seperti dilansir
The Guardian, Senin (1/7), ratusan ribu demonstran memenuhi ibukota Khartoum guna menuntut Dewan Militer Transisi (TMC) menyerahkan kekuasaanya kepada kelompok sipil. Apaarat setempat menggunakan gas air mata untuk menghalau pengunjuk rasa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kabashi, Anda adalah seorang pendusta, revolusi baru saja dimulai," seru salah seorang demonstran yang ditujukan kepada juru bicara TMC, Jenderal Shams Eddin Kabashi.
Massa kembali turun ke jalan lantaran proses perundingan antara para perwakilan militer dan sipil terkait pembagian kekuasaan antara kedua belah pihak mandek. Insiden ini juga diperparah setelah pasukan keamanan menggunakan kekerasan guna membubarkan para demonstran di Khartoum.
Para demonstran juga berkumpul di beberapa titik ibukota serta melanjutkan aksinya di jalanan dekat bandara. Namun, sebelum melancarkan aksinya, mereka berhasil dikepung oleh 50 kendaraan polisi dan anggota paramiliter Pasukan Pendukung Cepat (RSF).
Seorang demonstran, Enas Salah, mengaku dia melakukan demonstrasi di bandara lantaran lelah dengan segala kebohongan TMC.
"Mereka billang mereka (TMC) tidak menginginkan kekuasaan. Biarkan mereka menunjukkan kepada kami bahwa mereka sungguh-sungguh tidak menginginkannya," tambahnya.
"Bukan hanya karena harga-harga yang naik, kami di sini karena para martir. Ketika kami ingin demo secara damai, mereka malah menembak dan membunuh kami," kata seorang mahasiswi bernama Samah Said yang ikut berdemo.
Selain itu, Amjad Yousef yang ikut melakukan demo di wilayah Omdurman mengatakan dia tidak akan mundur kecuali kalau semua tuntutannya terpenuhi, yakni memiliki pemerintahan sipil di Sudan.
Wakil Kepala TMC, Mohamed Hamdan Dagalo, selaku komandan yang mengerahkan RSF menjanjikan akan menangkap pelaku penembakan terhadap ketiga pasukannya serta membawa mereka ke pengadilan.
Aksi demonstrasi seperti ini telah berjalan sejak Desember 2018 lalu guna menentang mantan presiden Sudan, Omar al-Bashir. Namun, sejak pihak militer mengkudeta Omar pada April lalu, mereka menolak mengizinkan pemerintah sipil mengambil alih pemerintahan.
Demo besar-besaran ini juga bertepatan dengan peringatan 30 tahun kekuasaan Bashir yang berkuasa juga dengan kudeta yang didukung oleh kelompok Islam. Tak hanya itu, aksi demo baru juga sempat terjadi ketika Ethiopia dan Uni Afrika (AU) mencoba mengajukan rencana terkait pembentukan badan mayoritas sipil guna menengahi konflik yang terjadi.
[Gambas:Video CNN]Demo besar-besaran kemarin juga mengakibatkan sejumlah pemimpin militer melakukan pemadaman Internet secara meluas di seluruh wilayah Sudan.
(ajw/ayp)