PBB Selidiki Filipina soal Pembunuhan Massal Perang Narkoba

CNN Indonesia
Jumat, 12 Jul 2019 05:40 WIB
Dewan HAM PBB memberikan suara untuk mengatur penyelidikan pembunuhan massal oleh kepolisian Filipina yang selama ini disebut bagian dari upaya melawan narkoba.
Presiden FIlipina Rodrigo Duterte. (AFP PHOTO / Ted ALJIBE)
Jakarta, CNN Indonesia --
Dewan Hak Asasi Manusia PBB memberikan suara untuk mengatur penyelidikan pembunuhan massal oleh kepolisian Filipina yang selama ini disebut Presiden Rodrigo Duterte sebagai upaya melawan narkoba.

Pemerintah Filipina mencatat sekitar 6.600 orang telah terbunuh oleh polisi dalam tembak-menembak dengan tersangka pengedar narkoba sejak ia terpilih pada 2016. Namun, aktivis mengatakan korban tewas mencapai 27 ribu orang.

Resolusi pertama tentang Filipina yang dipimpin oleh Islandia ini, diadopsi dengan suara 18 negara yang mendukung dan 14 menentang, termasuk Cina, dengan 15 abstain, termasuk Jepang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini bukan hanya sebuah langkah membayar keadilan bagi ribuan keluarga korban pembunuhan di luar proses hukum di Filipina, tetapi juga pesan yang kami kirim bersama kepada mereka yang memuji Presiden Duterte," kata Ellecer "Budit" Carlos dari kelompok hak asasi manusia yang berbasis di Manila iDefend.


Ia menyebut perang melawan narkoba yang disebut pemerintahan Duterte palsu.

Aktivis Filipina mengatakan puluhan ribu orang terbunuh ketika polisi meneror masyarakat miskin, menggunakan "daftar pengawasan" obat terlarang untuk mengidentifikasi pengguna yang dicurigai atau pedagang.

Myca Ulpina, seorang anak berusia 3 tahun yang terbunuh pada 29 Juni di dekat Manila adalah salah satu korban penumpasan terbaru dan termuda yang diketahui. Polisi mengatakan ayahnya Renato telah menggunakan putrinya sebagai perisai manusia.


Delegasi Filipina melobi keras resolusi tersebut, yang meminta otoritas nasional untuk mencegah pembunuhan di luar hukum dan bekerja sama dengan bos hak asasi manusia Michelle Bachelet, yang akan melaporkan temuannya pada Juni 2020.

Duta Besar Filipina Evan Garcia, berbicara setelah pemungutan suara, membaca pernyataan oleh kementerian luar negerinya yang menolak resolusi itu. Garcia mengatakan pemerintahan Duterte berkomitmen untuk menegakkan keadilan.

Sementara ketika ditanya wartawan di Manila, Duterte mengaku akan melihat terlebih dahulu rencana penyelidikan tersebut.

"Biarkan mereka menyatakan tujuan mereka dan saya akan melihatnya," ungkap dia.
(reuters/agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER