Jakarta, CNN Indonesia -- Salah satu dari lima peneliti
Universitas Harvard yang meriset soal prediksi penyebaran
virus corona (Covid-19) di berbagai negara, Profesor Marc Lipsitch, buka suara menjelaskan penelitiannya yang memicu gejolak dan mendapat reaksi keras dari pemerintah
Indonesia. Pakar Epidemiologi atau risiko pengendalian wabah penyakit itu menyatakan tujuan utama penelitiannya adalah supaya semua negara dapat mendeteksi kasus virus corona secara lebih efektif.
CNNIndonesia.com mengutip pernyataan Lipsitch dari rekaman video wawancara yang dilakukan seorang mahasiswi asal Indonesia, Nadhira Afifa, yang sedang kuliah di Sekolah Kesehatan Masyarakat T.H. Chan Universitas Harvard. Video tersebut diunggah ke situs
Youtube.
Dalam wawancara yang dikutip pada Jumat (14/2), menurut Lipsitch data dari China sebagai pusat penyebaran virus corona diyakini tidak menggambarkan jumlah seluruh kasus yang sebenarnya tersebar di dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lipsitch mengatakan tujuan penelitian itu adalah untuk melihat apakah kasus virus corona yang sudah terdeteksi di suatu negara benar-benar mewakili jumlah kasus yang sebenarnya. Ia memaparkan penelitiannya menghitung hubungan statistik antara jumlah pengunjung sebuah negara dengan jumlah kasus yang terdeteksi dengan perkiraan 95 persen interval prediksi (PI).
Dari model perhitungan itu, Lipsitch memaparkan didapatkan rata-rata secara internasional yakni ada 14 pengunjung per hari ke sebuah negara. Sehingga hal itu mereka kaitkan dengan munculnya satu kasus terdeteksi yang mereka pantau selama periode penelitian.
"Dengan standar perhitungan tersebut Indonesia dapat diduga sudah memiliki lima kasus. Sementara nyatanya, Indonesia tidak memiliki kasus sama sekali," kata Lipsitch dalam video tersebut.
Lipsitch menuturkan ada kemungkinan Indonesia memang tidak memiliki kasus positif corona sejauh ini, tetapi menurut dia kemungkinannya sangat kecil.
Lipsitch berangkat dari penelitiannya yang memaparkan bahwa estimasi 95 persen PI tidak memiliki angka 0 atau nihil kasus corona di dalamnya. Sehingga kemungkinannya sangat kecil bahwa tidak ada kasus yang terdeteksi sama sekali.
 Aktivitas WNI yang dievakuasi dari China. (Dok. Kemenkes) |
"Namun lagi-lagi model penelitian ini tidak sepenuhnya sempurna jadi mungkin saja jika prediksinya tidak 100 persen akurat. Bisa saja kasus positif corona nol (di Indonesia) namun akan sangat ganjil, terlebih karena negara yang sudah menemukan banyak kasus saja masih mungkin melewatkan beberapa kasus (yang tidak terdeteksi)," papar Lipsitch.
"Jadi Indonesia bahkan bisa saja memiliki lebih dari lima kasus virus corona karena angka lima didasarkan pada model penelitian yang mungkin tidak sempurna," katanya menambahkan.
Lipsitch mengambil contoh Singapura yang memiliki frekuensi deteksi virus corona paling tinggi di kawasan Asia Tenggara, karena menjadi tujuan atau tempat singgah turis. Menurut dia hasil deteksi kasus corona di negara itu lebih banyak dari dugaan penelitiannya.
"Bahkan Singapura menemukan masih banyak kasus yang tidak bisa terdeteksi yang berarti mungkin ada kasus corona yang terlewat sebelumnya," kata Lipsitch.
Pemerintah RI dibuat geram setelah penelitian Lipsitch dan empat kawannya berjudul Using Predicted Imports of 2019-nCoV Cases to Determine Locations that may not be Identifying All Imported Cases itu menyebut bahwa Indonesia kemungkinan sudah terpapar virus corona.
[Gambas:Video CNN]Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto menantang Harvard untuk membuktikan langsung hasil riset tersebut. Terawan mengklaim proses pemeriksaan terkait virus corona dilakukan dengan ketat dan sesuai standar. Untuk itu, ia meminta semua pihak mestinya bersyukur karena hingga saat ini belum ada orang terjangkit virus corona di Indonesia.
Menanggapi itu, Lipsitch tak menyangka hasil penelitiannya akan memicu respons seperti itu. Ia menegaskan bahwa penelitiannya tak bermaksud menilai kemampuan suatu negara menangani virus corona.
Lipsitch juga menuturkan risetnya tidak secara khusus ditujukan untuk Indonesia.
"(Kasus di Indonesia) hanya bagian dari penemuan pada penelitian kami. Saat kami memulai penelitian ini kami tidak memfokuskan pada suatu negara tertentu," ucap Lipsitch.
"Tujuan kami bukan menilai kualitas dari sebuah negara atau kemampuan pemantauannya, namun sebagai contoh dalam situasi seperti ini kelihatannya seharusnya sudah ada kasus yang terdeteksi tetapi nyatanya belum."
 (CNN Indonesia/Fajrian) |
Lebih lanjut, Lipsitch menuturkan bahwa ia dan kawan-kawannya hanya berupaya membantu lembaga kesehatan dunia dan negara-negara untuk menanggulangi penyebaran virus corona.
"Tidak berarti potensi masalah tersebut akan selalu jadi kenyataan. Tapi sudah sepatunya kami (sebagai peneliti) memberi peringatan. Sekali lagi kami bermaksud konstruktif," paparnya.
(rds/ayp)