Jakarta, CNN Indonesia -- Negara-negara di Amerika Latin tak luput dari penyebaran pandemi
virus corona yang hingga kini kasusnya telah menginfeksi sekitar 789.218 orang di seluruh dunia. Covid-19 yang menyebar di Amerika Latin memicu ketimpangan sosial paling kentara termasuk di ibu kota Port-au-Prince di Haiti, Santiago di Chile, hingga Meksiko.
Sebagian besar penyebaran virus corona di Amerika Latin diketahui dibawa oleh kalangan elite yang kembali dari berlibur atau berdinas ke negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.
Berbeda dengan kalangan menengah ke bawah, kebanyakan kaum elite dinyatakan pulih dari Covid-19 setelah mendapat perawatan, atau cukup dengan melakukan karantina mandiri di rumah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, para ahli mengingatkan virus corona masih menjadi ancaman kematian bagian sebagian besar orang miskin di Amerika Latin. Berbeda dengan yang memiliki kecukupan materi, 'si miskin' tak bisa mengikuti aturan karantina karena masih harus bekerja setiap hari untuk menghidupi keluarga.
Ditambah perawatan medis dan kondisi tempat tinggal yang tidak memiliki fasilitas memadai menjadi nilai minus yang tidak memihak kaum miskin.
"Amerika Latin adalah wilayah yang paling tidak setara di seluruh dunia. Kita berbicara tentang perbedaan kelas yang tidak seperti tempat lain di planet ini," kata seorang peneliti di Kedutaan Washington di Amerika Latin, Geoff Ramsey seperti mengutip
Associated Press.[Gambas:Video CNN]Nasib si miskin di HaitiMarie-Ange Bouzi, pedagang tomat dan bawang di ibu kota Haiti merupakan salah satunya. Ia mengaku tidak mendapatkan insentif jika mengikuti aturan untuk tinggal di rumah. Oleh karena itu, ia memilih untuk tetap berjualan ketimbang berdiam diri di rumah dan tidak mendapat penghasilan.
"Saya tidak akan menghabiskan uang melawan corona. Orang tidak akan tinggal di rumah. Bagaimana mereka akan makan? Haiti tidak terstruktur untuk itu (karantina)," ujar Bouzi.
 Foto: CNN Indonesia/Fajrian |
Selain Bouzi, ada ratusan pedagang kaki lima di Haiti yang berpenghasilan pas-pasan. Mereka memilih tetap bekerja demi menghasilkan beberapa dolar sehari untuk bertahan hidup, dibandingkan mengkarantina diri dalam situasi kelaparan.
Haiti merupakan negara termiskin di belahan barat Bumi yang melaporkan dua kasus virus corona pertama pada 20 Maret lalu.
Direktur kesehatan Haiti mengungkapkan, salah satu pasien yang terinfeksi corona merupakan Roody Roodboy, seorang musisi R&B yang baru pulang dari Prancis. Pria bernama asli Roody Petuel Dauphin ini sempat dikarantina di rumahnya dan seluruh krunya diminta melakukan pemeriksaan.
Sejak saat itu, Dauphine mendapat teror dan ancaman dari orang-orang yang menuduhnya sebagai pembawa penyakit mematikan ke Haiti. Kendati demikian, tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa ia telah menginfeksi orang lain.
Data yang dihimpun
Worldometers mencatat 15 orang di Haiti terinfeksi virus corona, satu diantaranya dinyatakan sembuh.
Selain mengeluarkan aturan tetap tinggal di rumah, pemerintah Haitu juga telah memangkas jam kerja bagi kantor pemerintahan dan perbankan serta menutup sekolah. Namun warga masih meramaikan pasar, bus, dan truk pick up.
Lanjut ke halaman berikutnya: Arogansi si kaya dan insentif pemerintah.
Sikap arogan 'si kaya'Haiti bukan satu-satunya negara di Amerika Latin yang berjuang keras melawan penyebaran virus corona. Chile mencatat lebih dari setengah kasus di sana berasal dari Las Condes dan Vitacura.
Sebagian besar pasien yang terinfeksi merupakan kalangan menengah ke atas dan orang-orang kalangan berada yang baru kembali dari Eropa, khususnya Italia. Kasus Covid-19 di Chile menembus 2.500 sejak 3 Maret lalu.
Menteri Kesehatan Chile, Jaime Manalich mengeluhkan sikap kalngan elite yang abai terhadap kebijakan pemerintah. 'Si kaya' yang mendiami Les Condes dan Vitacura kerap mengabaikan aturan untuk melakukan karantina kendati dinyatakan positif Covid-19.
"Masih terdengar suara klakson di jalanan yang memberi tahu saya bahwa mereka membodohi kita dan tidak menghargai (aturan) karantina," kata Manalich.
Imported case virus corona juga dilaporkan dari Meksiko, tercatat 17 warga kaya terinfeksi setelah kembali dari liburan ke resor ski di Vail, Colorado. 'Si kaya' kemudian menginfeksi 1.094 orang lainnya di Meksiko, sekitar 28 orang dilaporkan meninggal.
Di Brasil sekitar 4.661 orang dinyatakan positif terinfeksi virus corona. Pasien yang meninggal pertama merupakan pelayan di wilayah pemukiman elite Leblon, Rio de Janeiro.
Cleonice Gonçalves (63) tertular Covid-19 dari majikannya yang terpapar saat melakukan perjalanan ke Italia. Kondisi Gonçalves diperparah dengan penyakit diabetes dan hipertensi yang dideritanya, hingga akhirnya meninggal pada 17 Maret lalu di Miguel Pereira.
Dampak pandemi corona di Lima, Peru dirasakan berbeda tergantung kelas ekonomi pasien.
[Gambas:Video CNN]Nadie Munoz, seorang perias yang tinggal di pemukiman menengah ke atas mengikuti kebijakan karantina selam 15 hari. Ia melakukan semua kegiatannya dari rumah dengan pasokan air memadai, koneksi internet, telepon genggam, dan bisa pergi ke supermarket di dekat rumah.
Sebaliknya, nasib Alejandro de la Cruz (86) justru hidup tanpa akses listrik, air, internet, dan telepon bersama istri dan anaknya. Sebagai pedagang pakaian, ia tingal di sebuah gubuk dekat pemukiman padat penduduk di Munoz. Tetangganya yang berprofesi sebagai pejaga keamanan, juru masak, pengemudi, penjahit, hingga pembuat sepatu terpaksa menganggur selama pemerintah menetapkan pembatasan wilayah (
lockdown).
Insentif pemerintah bagi pekerja sektor informalSejumlah negara memberikan insentif bagi pekerja di sektor informal yang menganggur lantaran harus tinggal di rumah untuk mencegah penyebaran virus corona. Para pekerja informal ini tidak memiliki jaminan sosial, termasuk paket pesangon bagi pengangguran.
Peru misalnya, hanya memberikan bayaran sebesar US$108 atau sekitar Rp1,77 juta kepada tiap penduduk yang masuk klasifikasi warga miskin. Namun faktanya, masih banyak penduduk miskin seperti De al Cruz yang tidak terhitung dalam klasifikasi sehingga tidak mendapatkan insentif dari pemerintah.
Di Argentina, pemerintah menyiapkan dana US$151 atau sekitar Rp2,58 juta untuk para pekerja informal.
Sedangkan pemerintah Brasil tidak memiliki kebijakan serupa untuk membantu warga yang kesulitan bertahan hidup. Warga yang mendiami pemukiman kumuh pun khawatir dengan minimnya bantuan dari pemerintah Brasil.
Patricia Martins (45) yang tinggal di pemukiman kumuh di Rocinha, Rio de Janeiro mengatakan akses air bersih di Brasil hingga kini tidak merata. Saluran air limbah sering mengalir hingga ke jalan dan lorong, ditambah tangga menjulang yang menyulitkan petugas medis mengevakuasi warga yang sakit dalam kondisi darurat.
"Kekhawatiran saya adalah jika seseorang menderita penyakit itu (Covid-19), ini akan menjadi titik fokus. Seperti fokus untuk menangani tuberkolosis dan HIV," ujar Martins.