Jakarta, CNN Indonesia -- Perdana Menteri
Boris Johnson menyatakan relaksasi
lockdown di
Inggris bukan merupakan tindakan ceroboh menghadapi
virus corona.
Johnson berkaca pada negara-negara lain yang berupaya melakukan pelonggaran dan mengakibatkan lonjakan tingkat infeksi.
"Apa yang kami lakukan adalah sepenuhnya tergantung kondisi dan bersifat sementara. Inggris telah membuat banyak kemajuan. Orang-orang di negara ini telah bekerja sangat keras menurunkan R [jumlah rata-rata orang yang terinfeksi dan dapat menularkan virus corona]."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita tidak bisa kembali ke titik awal. Kami tidak bisa mengambil risiko soal gelombang kedua, dan kami akan melakukan segalanya untuk menghindari itu," kata Johnson, Rabu (13/5), dikutip dari
CNN.
Salah satu bentuk upaya pemerintah Inggris dalam menghadapi penyebaran virus corona adalah kerja sama dengan badan transportasi London, Transport for London (TfL).
"Kami mencegah orang-orang untuk pergi bekerja di jam-jam sibuk, dan operator khususnya TfL menyediakan lebih banyak kereta untuk digunakan sepanjang hari," jelas Johnson kepada anggota parlemen menanggapi rekaman video berisi kepadatan penumpang di sebuah bus yang beredar luas Rabu pagi.
Inggris untuk kali pertama mengizinkan orang-orang kembali bekerja dan beraktivitas jika tidak dapat bekerja dari rumah pada Rabu setelah Johnson menyatakan bakal membuka kembali perekonomian secara bertahap.
Pada akhir pekan lalu, Johnson menekankan agar orang-orang pergi bekerja jika memang benar-benar diperlukan seperti mereka yang bermata pencaharian di bidang konstruksi atau manufaktur.
Setelah
lockdown selama lebih dari enam pekan, pemerintah Inggris juga mulai memperbolehkan orang-orang berkegiatan di luar rumah dengan menerapkan jarak sosial dan aturan-aturan lain yang diberlakukan.
Setelah Amerika Serikat, Inggris merupakan negara dengan tingkat kematian karena virus corona tertinggi. Menurut data Worldometers dan John Hopkins University, lebih dari 33 ribu orang meninggal dari total kasus covid-19 yang berada di kisaran 229 hingga 230 ribu.
(nva/dea)
[Gambas:Video CNN]