Warga Australia Nekat Gelar Demo Antirasisme Meski Dilarang

CNN Indonesia
Sabtu, 06 Jun 2020 13:14 WIB
Protestors gather in Sydney, Tuesday, June 2, 2020, to support the cause of U.S. protests over the death of George Floyd and urged their own government to address racism and police violence. Floyd died last week after he was pinned to the pavement by a white police officer who put his knee on the handcuffed black man's neck until he stopped breathing. (AP Photo/Rick Rycroft)
Ilustrasi aksi unjuk rasa antirasisme di Australia. (AP/Rick Rycroft)
Jakarta, CNN Indonesia -- Aksi unjuk rasa solidaritas terhadap masyarakat kulit hitam dan antirasisme di Australia tetap berjalan hari ini, Sabtu (6/6), meski tidak mendapat izin dari Mahkamah Agung setempat.

Pemerintah Negeri Kanguru beralasan khawatir demonstrasi itu memicu kenaikan penularan virus corona (Covid-19).

Seperti dilansir Associated Press, aksi demo dimulai di kota Adelaide untuk menghormati kematian seorang pria kulit hitam di Minneapolis, Amerika Serikat, George Floyd, akibat kekerasan polisi dan dugaan rasialisme. Mereka juga memprotes kematian suku asli Aborigin yang meninggal di dalam tahanan aparat penegak hukum Australia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Demo juga direncanakan digelar di Brisbane, Sydney serta New South Wales. Karena unjuk rasa tidak diizinkan, dikhawatirkan akan terjadi bentrokan dengan aparat keamanan.


Demonstrasi serupa juga dilaporkan akan digelar di Sydney. Pengadilan tinggi setempat yang kemarin tidak mengizinkan demonstrasi hari ini mencabut keputusan tersebut.

Akan tetapi, pengadilan tinggi negara bagian New South Wales memutuskan tidak memperbolehkan kegiatan tersebut.

"Saya tidak mengabaikan bahwa permasalahan ini penting dan juga tidak ada yang akan menolak di dalam situasi normal. Namun, saat ini kita berada dalam kondisi krisis kesehatan," kata Hakim Pengadilan Tinggi New South Wales Des Fagan dalam putusan.

Pada Jumat kemarin sekitar 2.000 demonstran berkumpul di Canberra melakukan unjuk rasa solidaritas atas kematian Floyd dan suku Aborigin di Australia.

"Warga Australia harus memahami apa yang terjadi di Amerika Serikat dan yang terjadi di sini dalam waktu yang lama," kata tetua suku Ngambri-Ngunnawal di Canberra, Matilda House.


Floyd meninggal setelah mengalami tindak kekerasan oleh anggota kepolisian Minneapolis, dengan dalih melawan ketika ditangkap pada 25 Mei lalu.

Lelaki berusia 46 tahun itu ditangkap karena dilaporkan membeli sebungkus rokok menggunakan uang pecahan US$20 palsu, di gerai Cup Foods di Minneapolis.

Dari hasil autopsi, Floyd meninggal karena henti jantung. Dia juga dilaporkan terinfeksi virus corona (Covid-19).

Petugas kepolisian Minneapolis, Derek Chauvin, yang menekan leher Floyd dengan lutut saat penangkapan hingga tersangka kehabisan napas dijerat dengan sangkaan pembunuhan tingkat dua, setelah sebelumnya disangka pembunuhan tingkat tiga.

[Gambas:Video CNN]

Populasi Suku Aborigin sekitar dua persen dari keseluruhan jumlah penduduk di Australia. Namun, sekitar 27 persen narapidana dan tahanan di seluruh penjara di negara itu adalah orang Aborigin.

Suku Aborigin juga memiliki tingkat kematian saat melahirkan yang tinggi, serta kondisi kesehatan yang memprihatinkan. Selain itu, tingkat pendidikan terhadap Suku Aborigin rendah dan menyebabkan tingginya angka pengangguran di kalangan mereka. (ap/ayp)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER