Sosok Alexei Navalny (44) kembali menjadi sorotan setelah aktivis oposisi Rusia itu dilaporkan koma diduga akibat diracun dengan zat saraf Novichok.
Lelaki itu adalah seorang pengacara, pegiat anti-korupsi, dan politikus oposisi terkemuka di Rusia selama sekitar satu dasawarsa.
Lulusan Universitas Yale itu sudah merasakan asam garam akibat kegiatannya, termasuk mengecap dinginnya tembok penjara dan diserang secara fisik. Meski begitu, dia bertekad untuk terus melanjutkan perjuangannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia bertekad untuk terus mengkritik cengkeraman kekuasaan Vladimir Putin meski harus menghadapi risiko dipenjara bahkan kehilangan nyawa.
Meski upayanya dijegal oleh politik arus utama, Navalny terus mengungkap kekayaan mewah milik kelompok elite Rusia dengan menyiarkan temuan penyelidikannya di media sosial dan YouTube.
Penyelidikannya yang paling menarik perhatian adalah mengenai detail rumah mewah milik sekutu Putin baik di Rusia maupun di luar negeri.
Lewat platform tersebut, Navalny mendulang popularitas dari penggemarnya yang rata-rata masih berusia muda dan dia memiliki lebih dari dua juta pengikut di Twitter.
Gaya retorikanya yang ceplas-ceplos membetot perhatian banyak orang.
Pada 2011, Navalny memimpin aksi protes massal saat puluhan ribu orang turun ke jalan di Moskow untuk memprotes kecurangan dalam pemilihan parlemen.
Dua tahun kemudian, ayah dua anak itu mencalonkan diri sebagai wali kota Moskow dan berada di urutan kedua melawan sekutu Putin, Sergei Sobyanin.
Pada 2013, dia dinyatakan bersalah dalam kasus penggelapan yang melibatkan transaksi kayu dan dijatuhi hukuman percobaan selama lima tahun. Akibatnya, dia didiskualifikasi dari pencalonannya untuk menjabat sebagai pejabat publik.
Pada 2014, dia kembali dijatuhi hukuman percobaan. Saudaranya bernama Oleg, yang juga salah satu tergugat, dipenjara selama tiga setengah tahun.
Navalny mengatakan dia belajar tentang kampanye politik dari menonton serial televisi Amerika Serikat, "House of Cards", dan mengagumi Arnold Schwarzenegger.
Pada 2017, lewat sebuah film dokumenter yang diunggah ke YouTube, dia menuduh Perdana Menteri Rusia saat itu, Dmitry Medvedev, telah melakukan korupsi besar-besaran.
Serangan itu kemudian memulai gelombang baru aksi protes di seluruh negeri yang berujung pada kekerasan polisi dan penangkapan massal.
Di tahun yang sama, Navalny harus melakukan perjalanan ke Spanyol untuk melakukan operasi mata akibat diserang dengan disiram cairan antiseptik di jalanan. Serangan itu membuatnya nyaris buta.
Menjelang pemilihan presiden 2018, dia juga pernah melakukan tur keliling Rusia untuk melakukan kampanye dengan mengadopsi gaya Amerika. Tur itu bertujuan untuk mengumpulkan para pendukungnya.
![]() |
Sepanjang sepak terjangnya, Navalny telah menghadapi serangkaian kasus hukum. Para pendukungnya menganggap hal itu sebagai konsekuensi atas kegiatan aktivismenya.
Dengan mengendalikan media massa, pemerintah Rusia menggambarkan Navalny digambarkan sebagai sosok terpinggirkan bagi banyak orang di Rusia.
Dia dituduh sebagai antek Barat dan terpidana kejahatan.
Dalam beberapa kesempatan, Presiden Putin menolak menyebut nama Navalny di depan umum.
(ans/ayp)