Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan dalam sebuah wawancara mengatakan jika 'dukungan penuh' Turki terhadap sekutunya, Azerbaijan memperkeruh konflik yang tengah terjadi di daerah sengketa Nagorno-Karabakh.
Pashinyan menyebut ekskalasi konflik sebagai 'perang melawan terorisme'.
"Meskipun benar bahwa kepemimpinan Azerbaijan secara aktif mempromosikan retorika permusuhan selama 15 tahun terakhir, sekarang keputusan untuk melancarkan perang dimotivasi oleh dukungan penuh Turki," ujarnya dalam wawancara, Selasa (6/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tanpa keterlibatan aktif Turki, perang ini tidak akan dimulai," ujarnya daalam wawancara di Yerevan.
Mengutip AFP, Pashinyan menuduh campur tangan Turki dalam konflik di Nagorno-Karabakh sebagai bagian dari 'kebijakan genosida Armenia'.
"Turki telah kembali ke Kaukasus Selatan untuk melanjutkan genosida Armenia," ucapnya.
Dia juga mengutuk Azerbaijan karena melancarkan serangan terhadap rakyat yang kini tengah 'berjuang untuk kebebasan mereka'. Menurutnya, pertempuran tersebut 'bukan hanya ekskalasi baru dari konflik Karabakh'.
Bentrokan yang saat ini terjadi menurutnya sebuah perselisihan teritorial yang berlangsung selama puluhan tahun atas wilayah pegunungan yang dihuni oleh mayoritas etnis Armenia di perbatasan Armenia-Azerbaijan.
"teritorial yang berlangsung selama puluhan tahun atas wilayah pegunungan yang dihuni oleh mayoritas etnis Armenia di perbatasan Armenia-Azerbaijan." ungkapnya.
Dia menggambarkan peran pasukan Armenia sebagai "operasi kontra-terorisme".
Pashinyan, mantan editor surat kabar menjabat sebagai PM Armenia pada 2018 setelah memimpin puluhan ribu aksi protes menentang partai yang berkuasa. Dia menyalurkan keinginan luas terhadap perubahan dan menyerukan hubungan baik dengan Rusia dan Barat.
Turki dituduh mengerahkan pejuang dari Suriah untuk mendukung Azerbaijan di Karabakh. Presiden Prancis, Emmanuel Macron mengklaim bahwa "jihadis" telah tiba di wilayah itu dan menuduh Turki melewati "garis merah".
Namun Ankara membantah tuduhan tersebut, kendati tidak menutup kemungkinan untuk memberikan 'dukungan' bagi sekutu lamanya, Azerbaijan.
(ans/evn)