Rusia mendesak Armenia dan Azerbaijan mematuhi kesepakatan gencatan senjata untuk yang telah disepakati pada Jumat (9/10) lalu. Pernyataan tersebut disampaikan setelah kedua pihak kembali terlibat dalam bentrokan di wilayah sengketa Nagorno-Karabakh pada Sabtu (10/10) dan Senin (12/10).
Dua bentrokan yang terjadi hanya berselang 11 jam setelah menteri luar negeri Armenia dan Azerbaijan bertemu di Moskow. Kedua pihak saat itu sepakat untuk gencatan senjata demi kemanusiaan.
"Kami berharap bahwa keputusan yang telah diambil akan dipantau secara ketat oleh kedua pihak," kata Menlu Rusia Sergei Lavrov seperti dilansir AFP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lavrov mengatakan gencatan senjata seharusnya bisa dilaksanakan di lapangan oleh kedua pihak. Namun bentrokan yang kembali berulang seakan menjadikan kesepakatan gencatan senjata sebuah olok-olok.
Ia meyakini jika upaya panjang untuk mencapai gencata senjata tidak akan sia-sia jika kedua pihak dalam waktu dekat kedua pihak melaksanakannya.
Kedua pihak kembali melanggar kesepakatan gencatan senjata dengan melancarkan aksi saling serang terjadi di beberapa kota, termasuk Barda, Karabakh, hingga Stepanakert di Azerbaijan.
Kementerian pertahanan Azerbaijan menuduh pasukan Armenia tidak mematuhi perjanjian gencatan senjata yang tengah dinegosiasikan oleh Rusia.
"Angkatan bersenjata Armenia yang tidak mematuhi gencatan senjata kemanusiaan, berulang kali mencoba menyerang posisi tentara Azerbaijan," kata kementerian.
Di sisi lain, Azerbaijan mengklaim 'sejumlah' pasukan musuh telah mengerahkan tank T-72 dan tiga peluncur roket multi Grad untuk menyerang daerah mereka.
Ombudsman wilayah itu, Artak Beglaryan, mengatakan Azerbaijan telah menembakkan rudal ke daerah sipil di Stepanakert, dalam beberapa waktu terakhir selalu jadi sasaran roket dan artileri.
"Baku menggunakan gaya #WarCrimes yang sama pada saat-saat terakhir," kata Artak Beglaryan di Twitter. Ia menambahkan belum ada informasi tentang korban akibat serangan ini.
Sejauh ini dilaporkan hampir 500 orang, termasuk lebih dari 60 warga sipil tewas dalam serangan yang terjadi selama lebih dari dua pekan terakhir.
(evn)