AS Tuduh Iran dan Rusia Intervensi Pilpres Lewat Internet

CNN Indonesia
Kamis, 22 Okt 2020 14:00 WIB
AS menuduh Iran dan Rusia mencoba mengacaukan pemilihan presiden pada 3 November mendatang.
Ilustrasi peretas. AS menuduh Iran dan Rusia mencoba mengacaukan pemilihan presiden pada 3 November mendatang. (Istockphoto/ Dusanpetkovic)
Jakarta, CNN Indonesia --

Amerika Serikat menuduh Iran dan Rusia mencoba mengacaukan pemilihan presiden pada 3 November mendatang dengan melakukan intimidasi dan menyebar informasi palsu melalui internet.

Tuduhan itu disampaikan oleh Direktur Intelijen Nasional AS , John Ratcliffe, dan Direktur Biro Penyelidikan Federal AS (FBI), Chris Wray.

Bentuk intervensi itu salah satunya adalah pengiriman surat elektronik berisi intimidasi terhadap para simpatisan Partai Demokrat supaya mereka memilih kandidat petahana, Donald Trump.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengumuman itu dilakukan dua pekan menjelang pilpres, dan juga menyoroti upaya negara lain untuk turut campur dalam ajang itu dengan menyebarkan informasi guna menekan tingkat keikutsertaan dan menurunkan tingkat kepercayaan para calon pemilih untuk memberikan suara mereka.

"Kegiatan ini dilakukan oleh pihak-pihak yang putus asa," kata Ratcliffe, seperti dilansir Associated Press, Kamis (22/10).

Dia mengatakan pemerintah AS bakal membalas upaya untuk mengacaukan pilpres 2020 yang dilakukan pihak asing.

"Anda harus yakin bahwa suara Anda penting. Sedangkan klaim yang menyatakan sebaliknya harus ditelaah dengan sikap skeptis," ujar Wray.

Wray dan Ratcliffe tidak merinci seperti apa bentuk surel yang diduga dikirim oleh peretas Iran. Namun, menurut sumber yang memahami hal itu, surel itu dikirim kepada para calon pemilih di empat negara bagian yang akan menjadi medan pertarungan sengit untuk memperoleh suara antara Trump dan pesaingnya, Joe Biden.

Menurut sumber itu, surel itu mengatasnamakan kelompok supremasi kulit putih di AS, Proud Boys, dan berisi peringatan bahwa para calon pemilih akan dicari jika tidak mau memilih Trump.

Kedua pejabat itu juga menuduh Iran dan Rusia sudah memegang data calon pemilih, meski faktanya data itu memang mudah diakses oleh siapa saja. Mereka menuduh Iran menggunakan data itu untuk mengirim surel palsu kepada calon pemilih di sejumlah negara bagian, termasuk Pennsylvania dan Florida.

Menurut laporan intelijen AS pada Agustus lalu, mereka menuduh Iran berusaha untuk mencoreng citra Partai Demokrat dan Trump, serta berupaya untuk membelah masyarakat menjelang pilpres.

Di dalam laporan itu disebutkan bahwa upaya Iran untuk mencapai tujuannya adalah dengan menyebarkan kabar keliru dan pesan-pesan anti Amerika Serikat melalui media sosial dan internet.

Secara terpisah, dalam kampanye di North Carolina, Trump menyatakan jika dia kembali terpilih maka pemerintahannya akan segera mendesak Iran untuk menyetujui kesepakatan baru terkait program nuklir.

"Iran tidak mau saya menang. China tidak mau saya menang. Jika saya menang, maka hal pertama yang saya lakukan adalah saya akan mengajak Iran membuat kesepakatan," kata Trump.

Jika tuduhan itu benar, maka ini menjadi penanda Iran meningkatkan kegiatan mata-mata di dunia maya. Sebab, para pakar keamanan siber selama ini menggolongkan Iran sebagai pemain lapis kedua dalam hal spionase siber.

Sedangkan Rusia dilaporkan gencar melakukan spionase di dunia maya, dan juga membentuk pasukan peretas. Mereka dituduh terlibat melakukan intervensi dalam pilpres AS 2016, yakni diduga membocorkan surel kandidat capres Partai Demokrat saat itu, Hillary Clinton.

(ayp/ayp)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER