Calon Presiden petahana Amerika Serikat, Donald Trump, pada Senin (2/11) menuduh bahwa pemilu AS telah dicurangi, sementara calon presiden dari Partai Demokrat, Joe Biden, berkampanye di negara-negara bagian yang condong pada Partai Republik.
Keduanya menggunakan masa-masa terakhir kampanye di ajang Pilpres AS sebelum hari pencoblosan.
AS kini tengah berada di persimpangan jalan. Dalam sejarah modern, para pemilih belum pernah dihadapkan pada kandidat yang menawarkan visi yang sangat berlawanan, apalagi saat Negeri Paman Sam sedang menghadapi pandemi virus, penurunan ekonomi paling tajam sejak Depresi Besar, dan warga negara yang terpecah karena masalah budaya dan ras.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua capres itu juga terlihat putus asa dalam proses pemungutan suara itu sendiri saat berkampanye pada Senin di medan pertempuran paling sengit di Pennsylvania.
Jika penghitungan surat suara di Pennsylvania membutuhkan waktu beberapa hari seperti yang diizinkan, Trump mengancam mengajukan tindakan hukum untuk menghentikan penghitungan setelah Hari Pemilu.
"Kecurangan dapat terjadi seperti yang belum pernah Anda lihat," tuduh Trump.
Sementara dalam kampanye di Pittsburgh, Biden mendorong penduduk kulit hitam menggunakan hak suara mereka. Dia menyatakan bahwa Trump percaya "hanya orang kaya yang harus memilih" dan menggambarkan Covid-19 sebagai "peristiwa korban massal untuk orang kulit hitam Amerika".
"Kita sudah selesai dengan kekacauan, kita selesai dengan cuitan, kemarahan, kebencian, kegagalan, tidak bertanggung jawab," kata Biden seperti dilansir dari Associated Press, Selasa (3/11).
Kampanye Biden tersebut berfokus untuk menggugah keikutsertaan pemilih kulit hitam di beberapa negara bagian yang dinilai bisa berpengaruh terhadap perolehan suaranya. Terutama di negara-negara bagian yang pemilihnya tidak condong ke Partai Demokrat atau Partai Republik.
Kedua tim kampanye capres berkeras bahwa mereka yakin menang, meskipun peluang Biden untuk memenangkan 270 suara sistem Electoral College dinilai lebih terbuka. Sementara Trump mengandalkan gelombang antusiasme dari para pendukungnya yang paling setia, selain potensi manuver hukum.
Trump menghabiskan hari terakhir kampanye secara penuh dengan menghadiri lima kampanye terbuka dari North Carolina, Pennsylvania, hingga Wisconsin. Sedangkan Biden mencurahkan sebagian besar waktunya di Pennsylvania.
Biden juga membidik Ohio untuk mendapatkan suara dari negara bagian itu, yang empat tahun lalu dimenangkan Trump dengan persentase delapan poin.
Dua capres tersebut juga menyampaikan pesan kampanye terakhir mereka, di mana Biden menekankan tentang pandemi. Dia juga berjanji akan mempertahankan Pakar Penyakit Menular AS, dr. Anthony Fauci, di masa pandemi.
"Langkah pertama untuk mengalahkan virus adalah mengalahkan Donald Trump," kata Biden.
Sementara itu, Trump dalam kampanye mengungkit serentetan pencapaiannya seperti pemulihan ekonomi bangsa dan pengangkatan Hakim Agung Amy Coney Barrett. Trump dengan geram mengecam liputan media tentang kampanyenya, dia juga mengeluh bahwa dia diperlakukan tidak adil oleh China, sistem Electoral College, dan penyanyi rock Jon Bon Jovi.
"Saya telah dikepung secara ilegal selama tiga setengah tahun. Saya ingin tahu seperti apa jadinya jika kami tidak memiliki semua hal yang mengerikan ini. Kami akan menghadapi situasi yang sangat, sangat tenang," kata Trump pada rapat umum di Michigan.
"Orang-orang melihat bahwa kami bertarung dan saya berjuang untuk Anda. Saya berjuang untuk bertahan hidup. Anda harus bertahan," tambahnya.
Biden juga mengumumkan langkah yang tidak biasa untuk berkampanye pada Hari Pemilu. Dia mengatakan dirinya akan pergi ke Philadelphia dan kota asalnya, Scranton, sebagai bagian dari upaya untuk mendapatkan suara.
Sementara pasangannya, Senator Kamala Harris, akan mengunjungi Detroit.
Lebih dari 93 juta suara telah diberikan melalui pemungutan suara awal atau surat suara masuk yang dapat menyebabkan penundaan penghitungan. Trump selama berbulan-bulan telah menghabiskan waktu untuk mengklaim tanpa bukti bahwa pemungutan suara rentan akan penipuan, dan menolak menjamin bahwa dia akan menghormati hasil pemilu.
(ans/ayp)